SOLOPOS.COM - Dua petani ikan keramba jaring apung tengah beraktivitas di Waduk Mulur, Sukoharjo, Jumat (14/10/2016). (Bony Eko Wicaksono/JIBI/Solopos)

Asal-usul Waduk Mulur terkait erat dengan sebuah makam yang ada di daratan tengah waduk.

Solopos.com, SUKOHARJO — Waduk Mulur terletak di Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo. Jarak Waduk Mulur dengan Kota Sukoharjo sekitar tujuh kilometer.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Waduk terbesar di Sukoharjo itu dimanfaatkan warga untuk membudidayakan ikan nila dalam keramba apung. Saat sore hari, tak sedikit masyarakat Sukoharjo yang mengunjungi Waduk Mulur untuk menikmati panorama alam.

Di balik indahnya panorama alam, Waduk Mulur mempunyai cerita sejarah yang cukup menarik. Konon, nama Waduk Mulur berasal dari kata uluryang dalam bahasa Jawa artinya berlanjut atau terus menerus.

Cerita rakyat mengenai asal usul Waduk Mulur berkaitan erat dengan kisah peperangan Pangeran Diponegoro yang bergerilya melawan pasukan Kolonial Belanda.

Kala itu, Pangeran Diponegoro dan pengikutnya ditipu dan dipaksa menyerah oleh pasukan Belanda. Lantaran pengikutnya ditangkap, Pangeran Diponegoro terpaksa menyerah di tengah-tengah peperangan.

Dia bersedia menyerah dengan syarat seluruh pengikutnya dilepaskan. Akhirnya, Belanda mengabulkan permintaan Pangeran Diponegoro dan melepaskan ratusan pengikutnya.

Pangeran Diponegoro menyerahkan pusaka berupa sebilah keris kepada salah satu pengikut setianya bernama Iman Mukmin. Dia dikenal warga setempat sebagai Kyai Sayyid Iman yang diberi tugas khusus menyerahkan pusaka itu kepada Putri Serang atau R.A. Serang untuk melanjutkan perang gerilya melawan Belanda.

“Mereka melanjutkan perang gerilya melawan penjajah [Belanda] di sekitar Waduk Mulur. Pada zaman dahulu, Waduk Mulur berupa rawa-rawa yang dikelilingi pepohonan besar,” ujar sesepuh Desa Mulur, Tukimin, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (14/10/2016).

Mereka menghimpun kekuatan dengan mengajak pengikut Pangeran Diponegoro lainnya bertempur melawan Belanda. Perang sengit pun pecah selama berbulan-bulan.

Tak sedikit warga setempat yang bergabung saat melancarkan strategi perang gerilya di medan peperangan. Lambat laun, jumlah pengikut Pangeran Diponegoro yang berperang melawan Belanda berkurang.

Mereka gugur dalam medan peperangan. Kyai Sayyid Iman terdesak dan bersembunyi di rawa-rawa dari kejaran pasukan Belanda. “Kyai Sayyid Iman bersembunyi di balik pepohonan besar di rawa. Dia diburu pasukan Belanda karena sebagian besar pengikut Pangeran Diponegoro telah gugur,” tutur dia.

Akhirnya, Kyai Sayyid Iman ditemukan Pasukan Belanda di tengah-tengah rawa. Dia gugur di medan pertempuran. Makam Kyai Sayyid Iman berada di daratan kecil di tengah-tengah rawa yang kini berubah menjadi waduk.

Seorang warga setempat, Mujiman, 57, mengatakan makam Kyai Sayyid Iman kerap dikunjungi masyarakat. Mereka berziarah sekaligus meminta berkah.

Untuk mengunjungi makam Kyai Sayyid Iman harus naik perahu menuju daratan kecil di tengah waduk. Biasanya, warga ramai-ramai menyewa perahu saat berziarah ke makam Kyai Sayyid Iman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya