SOLOPOS.COM - Perajin Batik di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Karanganyar, mempraktikkan proses membatik batik tulis khas Girilayu. (Istimewa-dok Camat Matesih)

Banner Wisata Joglosemar

Solopos.com, KARANGANYAR — Seribuan pembatik di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ibaratnya tidak pernah tidur. Mereka terus belajar, berlatih, dan terbuka dengan inovasi demi keberlangsungan ekonomi sekaligus upaya pelestarian warisan budaya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Solopos.com mengantongi data sekitar 700 orang pembatik di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar. Wakil Ketua Paguyuban Giri Arum, Tarno, mengatakan jumlah itu belum semua.

Dia menyebut ada seribuan orang di Desa Girilayu yang bisa disebut pembatik. Bahkan, dia membuat kelakar untuk membedakan orang asli Girilayu dengan pendatang.

Baca juga: Kisah Perjalanan Batik Girilayu Hingga Jadi Produk Khas Karanganyar

“Orang asli Girilayu itu pasti bisa membatik. Kalau pendatang belum tentu bisa. Itu untuk membedakan. 700 orang itu yang terdata saja. Yang belum terdata masih banyak. Ibu-ibu yang di gunung [Desa Girilayu bagian atas] belum terjangkau,” tutur Tarno saat berbincang tentang pembatik di Desa Girilayu, Rabu (7/7/2021).

Usia pembatik bervariasi dari generasi tua usia 80 tahunan hingga generasi muda. Untuk itu, Tarno berani menyebut Girilayu kaya akan motif batik, terutama batik klasik seperti Galaran, Cuwiri, Gringsing, dan lain-lain.

“Generasi usia 75 tahun hingga 80-an tahun itu pasti punya banyak motif klasik. Luar biasa. Ilmu itu yang harus di-copy lalu disimpan. Mereka ini kan perintis. Sekarang menjadi harta karun tersimpan,” ujar dia.

Baca juga: Masa PPKM Darurat, Seluruh Karyawan Nava Hotel Tawangmangu Divaksin

Tarno menceritakan di Desa Girilayu ada 700 orang pembatik. Dari jumlah itu hanya 300 orang yang telah memiliki sertifikasi. Mereka pembatik usia 35 tahun hingga 40 tahun. Dia berharap warisan budaya ini dapat diteruskan kepada generasi muda di Desa Girilayu sehingga tidak punah, tetapi semakin berkembang.

batik girilayu matesih karanganyar
Salah satu motif Batik Girilayu bikinan Kelompok Sidomukti. (Istimewa)

Tidak hanya persoalan generasi penerus, Tarno berharap banyak pada pemerintah. Terutama gereget menjadikan Desa Girilayu sebagai Desa Wisata Batik Girilayu di Kabupaten Karanganyar. Tarno mengkritik keseriusan pemerintah, dimulai dari hal sederhana yakni gapura masuk desa wisata.

“Gebyar, greget kurang banyak. Maksudnya, batik butuh promosi dan sarana pendukung. Ini kan sedang dikembangkan ruang pameran bersama dibantu Bank Indonesia. Harapan kami bisa dilengkapi pusat kuliner didekatnya. Kami punya banyak makanan olahan warga setempat. Yakinlah ini bisa membawa pemasukan untuk daerah,” ujar dia.

Baca juga: Kunker ke Karanganyar, Pangdam dan Kapolda Jateng Soroti PPKM Darurat

Tarno menyadari segalanya membutuhkan proses. Maka dia tidak berharap pemerintah tancap gas. Tetapi, harapannya pemerintah memberikan perhatian dan minat khusus. Desa Wisata Batik Girilayu bisa meningkatkan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

“Pelan-pelan kami kembangkan. Dulu masyarakat menolak wisata batik karena katanya kesuwen ora ndang entuk duit. Padahal ini potensi. Kami jajal paket wisata masuk Giribangun, Sambernyawa, dan wisata Batik Girilayu. Itu menggandeng agen perjalanan dari Solo, Madiun, Kulonprogo. Jalan tiga tahun mulai terlihat hasilnya,” cerita dia.

Memperluas Jangkauan Pasar

Tetapi kondisi kembali limbung karena dihantam pandemi Covid-19. Meski demikian, pembatik di Girilayu tidak tidur. Mereka terus berinovasi untuk memperluas jangkauan pasar.

Seperti dilakukan Pemilik Batik Wahyu Asi, Yuli Asih. Yuli menyampaikan dirinya dan anggota kelompok memfokuskan diri pada batik motif klasik. Batik dengan khas warna soga.

Tetapi, belakangan, perajin batik Girilayu membuka diri. Mereka belajar motif dan teknik pembuatan batik. Salah satunya dilakukan Yuli. Dia menyebutnya teknik tolet.

Baca juga: Intip Keunikan Pasar Jadul Ciplukan Karanganyar, Pakai Ketip Buat Transaksi Jual Beli

“Kalau batik klasik warna soga ini kan dua sampai tiga bulan baru jadi. Dari nol sampai siap dipasarkan. Kalau batik kontemporer ini yang tiga minggu sampai satu bulan jadi. Bedanya, warna cerah. Yang kontemporer ini kebanyakan ditolet. Butuh kesabaran, tetapi memang lebih cepat dibanding proses batik klasik,” jelas Yuli.

batik girilayu matesih karanganyar
Motif bikinan Kelompok Batik Wahyu Asih. (Istimewa)

Tidak berhenti pada motif dan teknik pewarnaan batik kontemporer, perajin batik Girilayu sedang belajar pewarnaan pastel. Mereka belajar di bawah pendampingan Bank Indonesia dan sejumlah fashion designer yang fokus menggarap kain batik.

“Biar lebih berkembang maka belajar warna baru, motif baru, teknik baru. Saya juga jajal warna sogan dikombinasikan dengan ditolet warna biru, abu-abu, merah. Rata-rata banyak permintaan dari Jakarta, Yogyakarta, Solo, Karanganyar,” tutur dia.

Sesuai Motif dan Harga

Soal harga jangan ditanya. Harga batik Girilayu bersaing dengan batik lain. Yuli menyebut harga batiknya mulai Rp400.000 hingga Rp1.250.000 atau bahkan lebih. Tetapi, perajin batik di Girilayu dapat menerima pesanan sesuai permintaan motif dan harga.

“Kadang dengan kalimat ‘batik e larang-larang’ [batiknya mahal], itu menyakitkan. Batik itu butuh proses, kerja kreatif. Jangan dinilai murah karena ini dikerjakan dengan tangan. Semoga makin banyak pecinta batik dan tahu tentang Batik Girilayu,” bebernya.



Baca juga: Pencairan BST Rp300.000 Dari Kemensos Diperpanjang, Dinsos Karanganyar Perbaiki Data Penerima

Camat Matesih, Ardiansyah, menyampaikan pemerintah berupaya mendukung pengembangan Batik Girilayu lewat berbagai cara. Dimulai dari promosi, pendampingan, pelatihan, dan lain-lain. Saat ini, perajin batik Girilayu maupun orang-orang yang tinggal di Girilayu diajak bersama-sama mengembangkan promosi dan penjualan secara digital.

“Promosi terus dilakukan. Upaya mengangkat brand Batik Girilayu. Pemerintah bekerja sama dengan pihak luar, ahli di bidangnya mendorong masyarakat Girilayu untuk mulai melakukan digital marketing. Pelatihan semakin intensif. Batik Girilayu masuk ke pasar menengah ke bawah. Selian itu mulai memproduksi massal. Itu perlu disiapkan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya