APBN 2016 terancam diwarnai melesetnya target penerimaan pajak. Janji kampanye Jokowi dinilai sudah tak realistis.
Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah diminta untuk menghilangkan ego politik dalam penyusunan APBN 2017 setelah melihat performa pengelolaan fiskal dua tahun terakhir yang nyaris berantakan.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Juniman berharap rancangan fiskal untuk tahun depan yang akan diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (16/8/2016), bersamaan pidato kenegaraan, dapat lebih realistis. Apalagi, masalah fiskal belakangan ini menjadi risiko terbesar yang butuh mitigasi responsif.
“Harus menghilangkan ego politik. Pemerintah harus benar-benar membuat perencanaan yang rasional yang sesuai dengan realitas yang ada,” katanya, Senin (15/8/2016).
Menurutnya, seluruh janji-janji yang dilontarkan Presiden Jokowi saat kampanye yang dulu memang sudah tidak realistis. Apalagi, penerimaan pajak yang digadang-gadang mampu memberikan tambahan ruang fiskal ternyata masih melempem.
Hingga semester I/2016, realisasi penerimaan yang menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak (DJP) tercatat senilai Rp444,4 triliun atau hanya 33,7% dari target Rp1.318,9 triliun. Kendati tumbuh tipis sekitar 3% (year on year), persentase performa ini juga mencatatkan rekor terendah lebih dari satu dekade terakhir.
Melihat tren periode semester I dalam 10 tahun terakhir, realisasi penerimaan pajak (minus PPh migas) tidak pernah lebih dari 96% di akhir tahun ketika realisasi semester I mencapai sekitar 40%-43%. Nyatanya pemerintah sudah mengestimasi shortfall penerimaan pajak tahun ini sekitar Rp219 triliun.
Dari informasi yang dihimpun dari sumber Bisnis/JIBI di internal pemerintah, hingga Senin, realisasi penerimaan pajak nonmigas yang menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak hanya tercatat Rp547,3 triliun atau sekitar 41,5% dari target.
Juniman menegaskan kondisi ini mengkhawatirkan apalagi jika target penerimaan dari kebijakan tax amnesty senilai Rp165 triliun juga meleset. Hal ini, sambungnya, mau tidak mau akan mempengaruhi performa pertumbuhan ekonomi di sisa tahun ini karena pemerintah akan mengurangi stimulus fiskal.
“Ini sudah lampu kuning. Pemerintah suka enggak suka harus ngerem spending. Ini bahaya kalau pola seperti ini diteruskan untuk tahun-tahun selanjutnya,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengatakan sudah akan mulai menyisir seluruh pagu belanja yang bisa dihemat ataupun nonprioritas sebagai antisipasi melesetnya realisasi penerimaan negara terutama dari pos pajak.
Penyisiran dilakukan dengan tetap menjaga pagu belanja produktif untuk perekonomian dan sesuai dengan prioritas pemerintah saat ini. Selain tidak akan mengotak-ngatik belanja infrastruktur karena diklaim mampu memberikan multiplier effect pada perekonomian, pagu belanja fungsi pendidikan dan kesehatan juga akan menjadi prioritas penjagaan.
Untuk pengelolaan fiskal selanjutnya, pihaknya menekankan pentingnya kredibilitas. Hal ini dinilai penting selain memastikan stimulus ekonomi yang benar dan tepat, APBN yang kredibel akan memberi kepercayaan diri sektor swasta.