SOLOPOS.COM - Ilustrasi mi instan (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Sudah menjadi rahasia umum bila orang Indonesia menyukai mi instan. Bahkan, tingkat konsumsi mi instan di Indonesia berada di urutan kedua dunia.

Salah satu persoalan dari mi instan adalah bahan baku mi instan yaitu gandum yang masih diimpor. Bahkan, beberapa waktu lalu sempat muncul isu, harga mi instan akan naik tiga kali lipat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) mengoptimalkan riset pengembangan bahan lokal untuk kebutuhan bahan mi instan ini.

“Hal ini untuk meningkatkan nilai gizi dan keekonomisan pangan serta sebagai upaya untuk mengurangi impor gandum,” kata Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, beberaapa waktu lalu sebagaimana dilansir dari laman indonesia.go.id, Sabtu (27/8/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Salah satu yang ingin dikembangkan adalah produk mi instan berbahan baku pangan lokal seperti jagung, sagu, dan singkong modifikasi atau mocaf.
Mi sagu pada 2018 pernah dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi bersama Perum Bulog.

Memakai merek dagang Sagoo Mee, produk ini merupakan mi sagu pertama di Indonesia yang didistribusikan melalui Pasar Mitra Tani dan mendapat sambutan baik di pasaran.

Baca Juga: Harga Gandum Mahal? Tenang, IPB Berhasil Buat Mi dari 5 Bahan Ini Lo…

Pemilihan bahan baku sagu dikarenakan Indonesia mempunyai 5,43 juta hektare lahan sagu, terluas di dunia. Selain itu nilai plus sagu karena punya karakter mirip terigu, tapi bebas gluten sehingga lebih sehat dan bergizi karena kaya serat.

Menurut peneliti teknologi pangan fungsional nabati PRTPP BRIN R Cecep Erwan, mi dari gandum punya kandungan gluten tinggi dan membuat teksturnya elastis sehingga dapat diterima oleh pasar.

Hal ini yang menjadi tantangan pihaknya untuk menciptakan produk sejenis dari bahan lokal dan diterima pasar. Apalagi jika menilik Sagoo Mee, diklaim bebas gluten, rendah Glycemic Index (GI), non-Genetyc Modified Organism (GMO), tinggi serat dan rasanya tidak berbeda jauh dengan mi instan berbahan gandum.

mi instan sagu
Mi instan berbahan sagu. (Istimewa)

Cecep menyebutkan telah mengembangkan bahan baku mi dari umbi suweg (Amorphophallus campanulatus) yang diolah menjadi pati suweg dengan teknik modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT).

Lewat metode modifikasi pati secara fisik dengan cara memberikan perlakuan panas di atas suhu gelatinisasi yaitu 80-120 derajat Celcius dengan kondisi kadar air terbatas atau di bawah 35 persen.

Baca Juga: Tenang, Bos Indofood Sebut Harga Indomie Tidak akan Naik 3 Kali Lipat

Pati suweg diolah dengan teknik modifikasi HMT agar dapat mengubah sifat psikokimia, sifat fungsional, dan karakteristik pasta pati suweg sebagai bahan baku pembuatan mi,” ungkap Cecep.

Periset dari Pusat Riset Teknologi Tepat Guna (PRTTG) BRIN Satya Andika Putra menyampaikan selama ini terdapat permasalahan dalam memproduksi mi nongandum.

Salah satu kendalanya adalah pada proses pengeringan karena tepung nongandum memiliki karakteristik yang berbeda. Karenanya ia mengembangkan teknologi mesin pembuat mi nongandum.

Sejumlah inovasi dilakukan terhadap alat ini. Terutama pada tahap proses pengeringan yang dapat memancarkan inframerah. Setelah itu pada tahap penepungan umbi-umbian dan serealia.

Baca Juga: Enak Sih, Tapi Makan Mi Instan yang Baik Idealnya Berapa Kali?

Inovasi lainnya adalah mengembangkan mesin pencetakan mi agar proses produksi pangan berbahan lokal ini semakin mudah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya