SOLOPOS.COM - Petugas dari Pemkot Solo menutup totem di SPBU Sekarpace, Jebres, Solo, Senin (21/3/2022). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Anggota DPRD Solo menilai penutupan totem sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU oleh Pemkot Solo pada Senin (21/3/2022) sudah tepat dan sesuai prosedur. Mereka tidak membayar pajak reklame sesuai ketentuan sehingga konsekuensinya sanksi penutupan totem.

Sebelumnya, Badan Pendapatan Daerah (BPD) Solo menyebut ada empat SPBU yang totemnya ditutup yaitu SPBU Sekarpace, SPBU Laweyan, SPBU Kerten, dan SPBU Jl Veteran. Totem atau nylon sign adalah penanda di SPBU yang menyediakan informasi jenis bahan bakar yang tersedia dan harganya per hari itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Anggota DPRD Solo dari Fraksi PDIP (FPDIP), Ginda Ferachtriawan, saat diwawancarai Solopos.com di Kompleks DPRD Solo, Selasa (22/3/2022), mengaku lama berkecimpung dalam bidang reklame.

Baca Juga: Pemkot Solo Tutup Totem Sejumlah SPBU, Ada Apa?

“Sebenarnya [penutupan totem] bisa dimaklumi, mengingat secara regulasi, pajaknya ada yang harus dibayarkan. Di sisi lain, upaya-upaya telah dilakukan mulai dari audiensi, dari memberikan keringanan. Itu sudah dilakukan,” ujarnya.

Yang harus dipahami, jelas Ginda, yakni rumus yang ditentukan Pemkot Solo bukan hanya pada totem, tapi juga kepada pelaku usaha lain. Untuk itu menurutnnya perlu ada komunikasi terkait penutupan totem SPBU di Solo tersebut.

Keberatan Bayar Pajak

“Pemkot harus melakukan langkah-langkah normatif. Silakan meminta penundaan pembayaran dulu misalnya, silakan. Tapi jangan disalahartikan ini mau menghambat usaha. Semua yang punya kewajiban harus membayar pajak,” katanya.

Baca Juga: Totem Sejumlah SPBU Solo Ditutup Pemkot, Begini Respons Hiswana Migas

Apalagi, Ginda menambahkan uang pajak yang dihimpun Pemkot Solo akan diawasi dan digunakan kembali untuk kepentingan masyarakat. Ihwal alasan pengusaha SPBU di Solo belum membayar pajak reklame hingga berujung penutupan totem, menurutnya, karena mereka keberatan dengan nilainya.

“Keberatan dengan biayanya tampaknya. Kan biaya terlalu tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Mungkin ada perubahan perhitungan, termasuk NJOP dan segala macamnya menjadi salah satu acuan dalam menghitung pajak,” urainya.

Bila pengusaha SPBU merasa belum ada sosialisasi ihwal besaran pajak, Ginda menilai wajar untuk dilakukan komunikasi lebih lanjut. Komunikasi itu meliputi waktu pemberlakuan pajak, termasuk indikator penentuan pajak reklame SPBU itu.

Baca Juga: Target Pajak Hiburan dan Parkir Pemkot Solo Belum Tercapai

Permintaan Keringanan

Mengenai kenaikan pajak reklame SPBU yang memberatkan pengusaha diakui oleh Ketua Hiswana Migas Soloraya, Budi Prasetyo. Budi mengatakan para pemilik SPBU mengeluhkan kenaikan pajak reklame yang sangat tinggi sehingga memberatkan pengusaha SPBU.

Kenaikan itu, sebut Budi, mencapai ratusan persen. Pengusaha sudah mengajukan keberatan dan permintaan keringanan melalui surat kepada Wali Kota Solo, namun belum ada jawaban.

Baca Juga: Tarif Retribusi Naik Tajam, Komisi II DPRD Solo: Harusnya Dikaji Dulu

Seperti diketahui, Kabid Penagihan Badan Pendapatan Daerah (BPD) Solo, Widiyanto, menyatakan seluruh tahapan sudah dilalui dengan mengirimkan Surat Ketetapan Pajak Daerah. Yang keberatan mengajukan keringanan 30 persen.

Selain itu, BPD juga sudah mengirim surat teguran kepada pemilik SPBU yang belum membayar pajak reklame setelah jatuh tempo. Namun teguran itu tidak digubris sehingga Pemkot akhirnya menjatuhkan sanksi menutup totem SPBU.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya