SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekeringan. (JIBI/Solopos/Dok.)

Jika tidak diantisipasi dari sekarang maka ancaman itu bakal terjadi

Harianjogja.com, JOGJA-Ahli Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Eko Teguh Paripurno menyatakan ancaman krisis air bersih pada 2030 di DIY bukan hoaks. Jika tidak diantisipasi dari sekarang maka ancaman itu bakal terjadi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut dia, sejumlah indikator potensi krisis air bersih sudah terjadi. Dari hasil penelitian yang dilakukan Pemda DIY pada 2016 lalu, ada penurunan debit air per tahunnya 20-40 sentimeter. Sementara, upaya konservasi sumber daya air belum secara besar-besaran dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Pemerintah dan masyarakat saat ini terlalu berorientasi pada pengelolaan sumber daya air dalam konteks pengambilan air untuk berbagai kebutuhan, tetapi tidak memikirkan konservasinya. Bahkan kerusakan sumber-sumber produksi air terus terjadi seperti penambangan perbuktitan kapur atau gamping.

Penambangan itu banyak terjadi di beberapa wilayah di DIY. Hal itu menjadi salah satu indikator yang penurunan debit air secara kualitas dan kuantitas. Pencemaran air sungai dari limbah rumah tangga dan industri juga cenderung didiamkan.

Tidak hanya di perbukitan, tetapi di perkotaan juga lebih parah. Air tanah dangkal dan sumur dalam terus dieksploitasi, tetapi tidak ada usaha untuk mengisi kembali. Air hujan yang menjadi solusi untuk mengisi air tanah justru terbuang sia-sia ke sungai.

Meski pemerintah sudah mewajibkan adanya sumur resapan setiap bangunan. Namun, Eko meragukan kewajiban tersebut. “Untuk mengeceknya mudah saja, di mana ada genangan air hujan berarti sumur resapannya tidak ada atau tidak berfungsi,” kata dia.

Aktivis Warga Berdaya Dodok Putra Bangsa mengaku memang akhir-akhir ini belum ada keluhan warga terkait potensi penurunan debit air tanah karena masih musim penghujan. Warga Miliran, Umbulharjo yang sempat terganggu dengan adanya hotel di Jalan Kusumanegara juga air sumurnya sudah normal kembali.

Namun, ia meminta pemerintah juga harus memikirkan ketersediaan air untuk jangka panjang, misalnya dengan mengembangkan teknologi pemanen air hujan. “Daripada air hujan terbuang ke sungai kenapa tidak ditampung di embung sebesar stadion,” kata Dodok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya