SOLOPOS.COM - Gunung Merapi (Harian Jogja/Gigih M. Hanafi)

Solopos.com, JOGJA — Gunung Merapi dua kali mengeluarkan embusan asap hitam tebal kali, Senin (10/3/2014) pagi. Embusan asap yang disertai dengan vulkanik dalam dengan kekuatan sekitar 2 skala Richter (SR) itu dianggap aneh.

“Ini aneh, kami belum tahu selanjutnya. Tapi ini fenomena menarik,” ungkap Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Jogja, Subandriyo, di ruang kerjanya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Gempa vulkanik dalam itu, ungkap Subandriyo, terjadi pada kedalaman dua kilometer dari puncak Merapi. Menurut dia, gempa vulkanik dalam itu menandakan ada tekanan yang tinggi di dalam Merapi. “Karena ada retakan batuan,” ujarnya.

Saat embusan pertama pukul 06.54 WIB, gempa vulkanik dalam tersebut belum berlangsung. Gempa itu baru terjadi bersamaan dengan embusan terakhir pukul 07.08 WIB. Dalam kurun waktu sekitar satu jam itu, embusan tercatat terjadi sampai sebanyak empat kali. “Maka itu, embusan yang terakhir membentuk kolom setinggi 1.500 meter [1,5 kilometer],” ujar dia.

Menurut Subandriyo, pada karakter Merapi 1990-an di antara zona vulkanik dalam dan dangkal terdapat zona asesmic atau kantong dangkal, tapi setelah erupsi 2010 kantong dalam itu sudah tidak valid lagi sehingga tidak jelas batas vulkanik dalam dan dangkal.

“Tapi, kalau letusan eksplosif terjadi pada vulkanik dangkal dengan kedalaman lima sampai 10 kilometer dari puncak Merapi,” jelasnya.

Embusan asap sulfatara itu sendiri, lanjut Subandriyo, berbeda dengan letusan freatik yang terjadi pada 18 November 2013 lalu, karena tidak disertai dengan infiltrasi air hujan.

Menurut dia, embusan itu terjadi cukup diduga dipicu oleh gempa tektonik di tenggara Kabupaten Malang pada Minggu (9/3) pukul 20.42 WIB dengan kedalaman 10 kilometer.

Gempa tektonik tersebut mengguncang perut Merapi yang berdampak pada pelepasan gas. Embusan itu mengarah pada sektor barat daya sampai Deles, Klaten, yang jaraknya antara 6 km-7 km. Subandriyo mengatakan, embusan itu bewarna pekat dengan kandungan gas sulfatara dan abu yang memiliki ketebalan abu 1 milimeter.

Dengan kondisi itu, ia mengatakan tidak ada peningkatan status Merapi.“Kondisi Merapi masih normal, tidak ada peningkatan kegempaan dan deformasi,” katanya.

Hanya, yang perlu diwaspadai adalah paparan abu Gunung Kelud yang bercampur dengan endapan lepas di lereng Merapi dan sungai-sungai yang berhulu di Merapi. “Abu Gunung Kelud itu membuat aliran lahar ketika hujan. Memperlicin,” ujarnya.

Sementara akibat embusan itu, dua desa di Kecamatan Kemalang, Klaten terkena hujan abu tipis.

Salah satu sukarelawan Turahan Awu Balerante, Didik Suparno, 32, mengatakan letupan pagi di Merapi sempat mengagetkan warga. Pasalnya, warga tidak mendengar bunyi dentuman namun tiba-tiba melihat semburan abu vulkanis yang sangat tinggi.

“Warga panik, dan bersiaga di depan rumah mereka sambil menunggu perkembangan informasi,” papar dia kepada wartawan di Pos Induk Balerante 907, Senin. Menurutnya, warga masih trauma dengan dahsyatnya erupsi Merapi pada 2010.

Sekitar sejam kemudian, warga baru berani melanjutkan aktivitas mereka. Hal itu dilakukan setelah mereka mendapatkan informasi bahwa Merapi masih aman.

Sementara, tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten juga langsung mengecek kondisi di kawasan lereng Merapi dan berusaha menenangkan warga supaya tidak panik. Selain itu, BPBD juga membagikan masker kepada warga dan sukarelawan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya