SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Pengendara motor besar berisiap melakukan konvoi menuju Candi Prambanan dalam ajang Jogja Bike Rendezvous 2015 seperti saat melintas di Ring road Utara Yogyakarta, Sleman, Sabtu (15/08/2015). Warga berharap para pengendara moge itu tetap taat degan peraturan lalu lintas seperti tetap berhenti saat lampu merah.

Aktivis sepeda adang moge memang mendapatkan simpati masyarakat, namun lain halnya di mata Polri.

Solopos.com, SLEMAN — Meski aksi aktivis sepeda mengadang konvoi moge mendapat simpati dan pengawalan voorider mengundang kritik, Mabes Polri justru membela diri. Bahkan, akun Facebook Humas Mabes Polri cenderung menyalahkan pesepeda yang mengadang konvoi moge itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Jangan ditiru ya aksi berbahaya Pak Elanto [Wijoyono]. Berikut aksi berbahaya Pak Elanto dalam menghentikan secara paksa pengawalan konvoi moge yang telah sesuai dengan prosedur,” tulis Divisi Humas Mabes Polri, Minggu (16/8/2015) siang.

Divisi Humas Mabes Polri menyatakan langkah polisi mengawal moge sudah sesuai dengan prosedur, antara lain sudah mengantongi izin untuk dikawal. Mabes Polri juga membantah anggapan polisi hanya mengawal orang yang berduit saja.

“Seluruh masyarakat Indonesia berhak mengajukan permohonan pengawalan, termasuk mitra humas,” tulis akun itu mengutip ucapan Kabid Humas Polda DIY, Anny Pudjiastuti.

Menurutnya, pengawalan terhadap konvoi moge ini tidak beda dengan pengawalan polisi kepada mobil jenazah, rombongan pengantin dan iring-iringan lainnya. “Ketika ada pengajuan permohonan pengawalan dari masyarakat, Polisi akan melihat, mempertimbangkan dan menentukan seperti apa pola pengawalan yang akan dilakukan dari adanya permohonan tersebut.”

Pengawalan ini, sambung Polri, sebenarnya bukan hanya bertujuan untuk mengamankan si pemohon pengawalan, namun juga pengendara lain di jalan raya dari adanya kegiatan tersebut. Selain itu, dalam pelaksanaan pengawalan, polisi juga memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan diskresi kepolisian.

Polri menggunakan dasar Pasal 18 ayat (1) UU RI No 2/2002 tentang Polri. Pasal itu berbunyi “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”.

Dengan pasal itu, Polri beralasan walaupun lampu lalu lintas menyala merah, polisi dapat tetap memberikan kesempatan kepada peserta konvoi moge untuk tetap jalan. Hal tersebut dinamakan Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Perkap No. 10/2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

Padahal, Pasal 4 ayat (1) huruf b Perkapolri No. 10/2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas menyebutkan ada syarat untuk diskresi itu. Pasal itu menyebutkan pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dilakukan pada saat sistem lalu lintas tidak berfungsi untuk Kelancaran Lalu Lintas yang disebabkan antara lain oleh adanya pengguna jalan yang diprioritaskan.

Prioritas ini juga disebutkan dengan jelas pada Pasal 134 dan penjelasan Pasal 134 UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ada beberapa jenis kendaraan yang bisa diprioritaskan, yaitu kendaraan bermotor petugas Polri, kendaraan tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah. Tak ada konvoi lain, termasuk konvoi moge, masuk dalam daftar prioritas itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya