SOLOPOS.COM - Tambang pasir di Kabupaten Lumajang. (JIBI/Bisnis/Dok.)

Aktivis Lumajang yang dibunuh, Salim Kancil, bukan satu-satunya sasaran teror. Jurnalis di Lumajang diteror, diduga terkait pemberitaan kasus itu.

Solopos.com, JAKARTA — Kepala Divisi Humas Masyarakat Polri Irjen Pol. Anton Charliyan mengimbau para jurnalis agar tak segan melapor ke polisi jika mendapat intimidasi ketika meliput. Pernyataan ini menyusul adanya teror terhadap wartawan yang bertugas di Lumajang, Jawa Timur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya imbau kepada pahlawan berita tidak usah takut. Polri, apabila ada wartawan yang diancam siap mengamankan. Tidak usah takut,” katanya di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (10/11/2015).

Sementara itu, khusus kasus teror terhadap jurnalis di Lumajang sudah ditangkap satu orang, tetapi tidak ditahan karena belum cukup bukti. Anton mengatakan dari ponsel genggam pelaku ada indikasi intimidasi. “Tapi ponsel genggamnya sudah dihapus sehingga memerlukan bukti dan saksi yang lebih kuat.”

Anton mengatakan pelaku berasal dari kelompok yang juga menganiaya Tosan. Untuk saat ini, kepolisian tengah mencari alat bukti dan keterangan saksi guna menjerat para pelaku. Dia juga ingin menegaskan bahwa Polri tak setengah hati mengusut kasus ini. “Jadi tak usah khawatir masalah ini akan kami tangani dengan serius.”

Sebelumnya, tiga jurnalis dari TV One, Kompas TV, dan JTV mendapat pesan singkat bernada ancaman pembunuhan lantaran memberitakan kasus pembunuhan Salim Kancil. Pesan tersebut menyebutkan salah satu nama anggota dewan yang selama ini dikaitkan dengan kasus Salim Kancil. Pengirim pesan meminta informasi tersebut jangan sampai dibuka dan disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Seperti diwartakan, Senin (9/11/2015), Polda Jatim telah menangkap HL alias Palil yang diduga keras menebar teror kepada para jurnalis televisi tersebut. Selain itu, polisi juga masih mengejar rekan-rekan HL yang disinyalir kaki tangan para penambang pasir besi liar di Lumajang. Tersangka dijerat dengan Pasal 336 KUHP Ayat (2) dan Pasal 139 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kasus Lumajang berawal dari penolakan para aktivis terhadap tambang pasir ilegal di wilayah Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang. Penolakan tersebut berujung pada pembunuhan aktivis Kancil dan penganiayaan rekannya Tosan.

Setelah diusut, kepolisian menetapkan 37 orang sebagai tersangka termasuk Kepala Desa Haryono. Kasus semakin berkembang ketika polisi menjatuhkan sanski untuk anggotanya yang diduga terlibat dalam suap tambang tersebut.

Polisi juga menduga ada keterlibatan unsur DPRD dan Bupati terkait pemanfaatan tambang itu. Hal tersebut lantaran persoalan tambang ilegal pernah dipermasalahkan, tapi selanjutnya tidak. Polisi pun curiga karena tiba-tiba masalah itu didiamkan.

Namun hingga kini kepolisian belum menjerat pihak legislatif maupun eksekutif atas kasus tersebut. Polisi beralasan masih menyelidiki dugaan tersebut dengan mengumpulkan sejumlah keterangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya