SOLOPOS.COM - PKL, tukang becak, tukang ojek pangkalan, dan koordinator demo setelah melakukan Demo Solidaritas Gemblengan memanggil di Perempatan Gemblengan, Solo, Rabu (1/6/2022). (Solopos/Siti Nur Azizah)

Solopos.com, SOLO — Aktivis 1998 Solo, Ahmad Farid Asegaf, bersama 40 orang pedagang kaki lima (PKL), tukang becak, dan tukang ojek pangkalan melakukan aksi demo di perempatan Gemblengan, Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Rabu (1/6/2022).

Aksi yang berlangsung pukul 08.30 WIB hingga 10.00 WIB itu didasari kejadian yang dialami Bambang Suyono, 56, seorang PKL yang sudah berjualan di kawasan Perempatan Gemblegan sejak sekitar 1990, Selasa (31/5/2022). Hari itu ada Bambang didatangi delapan orang anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bambang diminta menandatangani surat pernyataan tidak akan berjualan lagi di area tersebut. “Kemarin [Selasa] ada delapan anggota Satpol PP ke sini, saya disuruh menandatangani surat ini. Sebenarnya sudah dua kali ini diperingatkan, yang pertama sebelum pandemi Covid-19. Kalau kami di suruh pindah mau kerja apa?” ucapnya sembari menunjukkan surat pernyataan dimaksud.

Pedagang hik di tempat yang sama, Sugiyanto Mahendra, 52, yang juga ikut demo mengeluhkan tentang kebijakan Pemkot Solo yang dianggapnya sewenang-wenang terhadap PKL, tukang becak, dan ojek pangkalan di perempatan Gemblengan.

demo PKL solo
Surat pernyataan yang harus ditandatangani PKL kawasan Gemblegan, Solo, untuk tidak lagi berjualan di kawasan tersebut. Foto diambil Rabu (1/6/2022). (Solopos/Siti Nur Azizah)

Sugiyanto yang akrab disapa Bagong itu hanya menginginkan solusi dari pemerintah jika mereka tidak diperkenankan untuk berjualan di sana. “Kami suruh geser dari sini, lalu mereka enggak ada ngasih solusi. Lha dari dulu kami jualan di sini enggak ada masalah, baru kali ini,” ucapnya.

Baca Juga: Tak Seramai di Citywalk, Begini Suasana PKL CFD Solo di Halaman Kantor

Hanya Mencari Nafkah

Koordinator aksi demo yang juga aktivis 1998, Ahmad Farid Asegaf, menyatakan tidak menerima perlakuan yang dialami kawan-kawannya yang ikut berjuang menumbangkan rezim Orde Baru pada 1998 itu.

“Kami membela hak kawan-kawan kami untuk mencari nafkah. Dia tidak minta apa-apa ke negara, cuma mencari nafkah. Dia sehari-hari sopir becak, berusaha mandiri jual wedangan, dia ini mau jualan mau mandiri karena becak ini sepi kalah sama ojol. Masak mau jualan saja enggak boleh sama Satpol PP dengan berbagai alasan,” terangnya saat ditemui Solopos.com di perempatan Gemblengan.

Dalam demo Solidaritas Gemblengan Memanggil itu, Ahmad menginginkan keadilan untuk PKL Solo pencari nafkah di sana. Ia mengatakan tidak masalah jika Pemkot melarang PKL berjualan tapi harus diberikan solusi, tidak asal meminta pindah.

Baca Juga: CFD Solo Ramai Pengunjung, Begini Suasana Area Berjualan PKL

“Kasih solusi, jangan cuma enggak boleh, Satpol PP jangan sewenang-wenang, negara jangan sewenang-wenang pada warganya,” ucap lelaki alumnus Fakultas Hukum UMS itu.

Pantauan Solopos.com di lapangan terlihat PKL saat itu sedang membereskan barang-barang dagangannya, begitu pula dengan tukang becak dan ojek pangkalan, terlihat rasa takut terlukis di wajah mereka. Kekhawatiran akan sulitnya mencari nafkah setelah adanya penggusuran ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya