SOLOPOS.COM - Ilustrasi demonstrasi (JIBI/Solopos/Antara)

Aksi massa dilakukan oleh ratusan buruh di Cilacap menyampaikan sejumlah tuntutan.

Kanalsemarang.com, CILACAP– Sedikitnya 350 buruh di Cilacap, Jawa Tengah, menggelar aksi unjuk rasa guna menuntut peningkatan kesejahteraan dan menolak kebijakan pemerintah yang memudahkan pekerja asing masuk ke Indonesia dengan dihapusnya kewajiban menguasai Bahasa Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam unjuk rasa yang digelar di depan gerbang kompleks Pendopo Wijayakusuma Cilacap, Selasa (1/9/2015), ratusan buruh yang berasal dari sejumlah organisasi itu membawa berbagai spanduk dan poster di antaranya bertuliskan “Buruh Harus Jadi Tuan di Negeri Sendiri” dan “‘Ayo Kerja’ Kerja Neng Ndi Kang?”.

Selain itu, massa yang merupakan perwakilan dari Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSP-KEP), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Gerakan Massa Buruh (Gemuruh), dan Pengurus Unit Kegiatan Nawakara Perkasa Nusantara (PUK NPN) 911 tersebut berorasi secara bergantian.

Koordinator aksi, Agus Hidayat mengatakan pihaknya meminta Pemerintah Kabupaten Cilacap untuk memeriksa Surat Keputusan Dewan Pengupahan Kota (Depeko) apakah sudah sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan atau belum.

“Hal itu disebabkan UMK (Upah Minimum Kabupaten) tahun 2015 hanya memenuhi 85 persen dari KHL (Kebutuhan Hidup Layak) 2015 semenjak diberlakukan pada bulan Januari. Artinya, buruh bekerja selama satu tahun hanya memenuhi KHL 2015 lebih kurang hanya 10 bulan sehingga kebijakan yang diberikan tidak memanusiakan manusia Indonesia seutuhnya,” kata dia yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang FSP-KEP Kabupaten Cilacap.

Menurut dia, dengan bertambahnya komponen KHL menjadi 60 komponen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen, UMK Cilacap hanya mengalami kenaikan sebesar 14 persen sedangkan kabupaten lain yang pertumbuhan ekonominya hanya 4 persen bisa menaikkan UMK sebesar 40 persen Dengan demikian, kata dia, upah buruh di Cilacap terpuruk jika dibandingkan dengan upah-upah di provinsi tetangga.

“Periksa kembali angka usulan komponen perumahan atau sewa kamar. Apakah ukuran kamar yang disurvei dapat menampung 60 poin komponen KHL sehingga buruh atau pekerja dapat beristirahat dengan nyaman dan beraktivitas memasak. Kami yakin kamar yang ditempati buruh sesuai 60 komponen KHL tidak sama dengan kos anak sekolah yang seharga Rp300.000,” katanya.

Selain itu, kata dia, pihaknya meminta Pemkab Cilacap memeriksa kembali angka usulan Depeko terkait komponen transportasi di Kabupaten Cilacap karena moda transportasi malam tidak ada sehingga buruh dalam bekerja menggunakan kendaraan sendiri atau jasa ojek.

Menurut dia, usulan Depeko terkait komponen sandang harus diperiksa kembali karena jika harga sandang berupa celana panjang yang disurvei seharga Rp30.000-Rp70.000, hal itu sama saja membuat kebijakan yang merugikan tukang jahit/konveksi.

Dia mengatakan dalam satu bulan buruh hanya mendapat sumber protein ikan segar 1,2 kilogram. Jika disurvei dengan harga ikan termurah, sama halnya tidak memutar roda perekonomian Cilacap yang sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan.

“Pastikan kejujuran Depeko tentang hasil survei KHL 2015, kami memiliki hasil survei Depeko bulan Januari-Maret 2015 namun indikasinya hasil tersebut diubah setelah dilakukan ‘suonding’ ke tingkat propinsi dengan cara yang tidak ‘fair’, kredibilitas kerja Depeko patut dipertanyakan,” katanya.

Lebih lanjut, Agus mengharapkan Pemkab Cilacap memperhatikan tingkat perceraian di kabupaten itu yang tergolong tinggi.

“Apakah tingginya tingkat perceraian itu sebagai akibat dari murahnya upah buruh lajang yang digunakan untuk membiayai kehidupan setelah menginjak jenjang pernikahan sehingga tidak dapat hidup layak. Tidak dipungkiri bahwa istri-istri buruh dalam membantu perekonomian keluarga dengan cara menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita),” katanya.

Selain itu, kata dia, perhatikan lembaga pendidikan formal sembilan tahun dalam mengeluarkan kebijakan penerimaan siswa baru yang mewajibkan peserta didiknya memberikan sumbangan dengan nominal lebih kurang Rp2.000.000 dan perlakuan oknum yang menjatuhkan peserta didik dengan tidak memberikan kartu ujian apabila belum lunas.

Dengan upah buruh hasil kebijakan pemerintah yang nilainya satu juta lebih sedikit, lanjut dia, hilangkan budaya sumbangan yang memaksa masyarakat dengan penghasilan rendah karena sudah ada dana bantuan operasional sekolah (BOS).

“Perhatikan pula tentang penggunaan tenaga kerja asing, jangan sampai menyalahi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang akhirnya menutup kesempatan kerja warga negara sendiri sehingga memperlambat laju pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Setelah menunggu cukup lama, massa akhirnya ditemui Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji.

Dalam kesempatan itu, Bupati mengatakan bahwa pihaknya akan menampung aspirasi yang disampaikan para buruh.

“Unjuk rasa itu karena tidak adanya titik temu sehingga harus ada solusinya. Harus ada pertemuan antara buruh, pengusaha, dan pemerintah,” katanya.

Terkait penggunaan tenaga kerja asing, dia mengatakan bahwa hal itu sudah ada peraturannya dari pusat sehingga Pemkab Cilacap tidak bisa membuat kebijakan sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya