SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Masih menimbang-nimbang ingin ikut bela diri macam apa? Aikido bisa jadi pilihan. Tapi, eits jangan salah, Aikido tidak mencetak jagoan berkelahi lho.

Sejumlah film yang dibintangi oleh aktor Hollywood, Steven Seagal seperti Undersiege (1992), dan Out for Justice (1991) harus diakui sebagai sarana efektif bagi Aikido untuk mengambil hati para peminat bela diri. Banyak pelajar Aikido yang mengakui mereka mengenal, dan kemudian tertarik mempelajari Aikido setelah menonton film-film itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Seperti diakui oleh salah seorang asisten pelatih Aikido di dojo (tempat latihan) Depok Sports Center, Damar Dwi Hartadi (30 tahun), yang sehari-hari berprofesi sebagai seorang pekerja kreatif di Multi Kreassindo Production.

Namun, seorang pelatih di dojo Janti, Agus Hermawan (38 tahun), menambahkan perlu diperhatikan pula, film Steven mendapat banyak kritikan oleh para pelaku Aikido di Jepang. “Karena di Aikido nggak ada patah-patahin tulang, leher [seperti di film] itu. Kesannya Aikido patah-patahin tulang,” ucap anak dari pemilik warung makan ayam goreng Bu Suharti ini.

Gerakan-gerakan Aikido memang unik. Tampak tidak mengeluarkan banyak tenaga, memanfaatkan tenaga lawan untuk menjatuhkan tenaga lawan. Gerakannya juga mengalir, lawan diayunkan ke sana kemari, baru kemudian dijatuhkan.

Prinsip minim tenaga yang dikeluarkan itu sudah bisa tampak dari latihan-latihannya. Tidak tampak para Aikidoka, sebutan untuk pelajar Aikido, melakukan pemanasan fisik yang membentuk otot seperti push-up, dan sit-up, dan yang melatih kecepatan seperti lari. Persiapan yang dilakukan justru lebih banyak manuver berguling-guling di atas matras, dengan berbagai variasi roll depan, roll belakang, menyamping, dan lain-lain.
“Tapi boleh dibandingkan capeknya,” ucap Damar yang memegang sabuk coklat sejak 2007, dan pernah mendapat promosi dua tingkat dari Q8 ke Q5.

Kaum perempuan
Gerakan Aikido yang tidak menyita banyak tenaga inilah yang jadi daya tarik bagi sejumlah perempuan. Salah seorang mahasiswi jurusan HI UGM Dwi Anti Nestisari (19 tahun) mengakui memilih Aikido karena tidak banyak menggunakan tenaga otot, dan mengalir.

Tapi, dia kagum karena gerakan itu dapat melumpuhkan. Selain itu, dia memang menyukai apa saja yang berbau budaya Jepang. “Lebih lembut dari pada Taekwondo, Kendo, atau Karate,” ucapnya setelah berlatih untuk pertama kalinya di dojo Depok Sports Center Maret silam.

Teman satu angkatan dan jurusan kuliahnya, Rika Indriarni Rahayu (19 tahun) mengatakan kesan dari latihan pertama mereka adalah sulitnya melakukan pemanasan yakni ketika harus rolling balik ke belakang dari posisi tegak. “Persiapannya nggak ada lari, nggak ada push-up, lebih kepada kelenturan otot,” kata dia.
Peserta Aikido di dojo kampus Universitas Sanata Dharma (USD) Gana Yuriko Purba (16 tahun) mengatakan Aikido ini unik karena tidak pakai tenaga. “Tidak harus memiliki badan yang besar untuk bisa menjatuhkan lawan,” ucapnya yang baru ikut latihan sejak 5 bulan lalu.

Gaya hidup
Selain melalui film, promosi Aikido juga bisa dilihat merupakan dampak dari sejumlah artis yang aktif di Aikido seperti Adam Jordan dan Bella Saphira. Sehingga terkadang orang melihat tren Aikido ini sebagai gaya hidup semata yang sesaat.

Fluktuasi, datang dan perginya orang untuk mengikuti Aikido memang cukup tinggi. Seperti yang satu angkatan dengan Gana, awalnya ada 8 orang, namun hanya tersisa 3 orang. Bahkan, salah satunya, Yuli Wibowo (35 tahun) mengakui sebelumnya sudah sempat ikut di dojo lain pada tahun 2005, selama 3 bulan saja.

Yuli mengatakan alasan ketertarikannya pada Aikido karena mengangung etika yang meresap dalam kehidupannya sehari-hari, dan sifatnya yang tidak sekedar fisik.“Kalau ketemu orang suka menganggukkan kepala, itu meresap sekali, ke mana-mana terbawa,” ucap, asal Grobogan ini yang mengaku ingin terus berlatih Aikido setiap ada kesempatan.

Sampai sekarang, Gana dan Yuli mengaku sudah bisa ukemi (cara jatuh),
taiso (senam aikido), dan beberapa waza (teknik-teknik).
 
Sensei, alias pelatih, di dojo USD Handi Thalib (31 tahun) mengatakan  keluar masuknya peserta itu dianggap lumrah, karena setiap manusia biasa mencari yang paling cocok baginya. Dia mengatakan Dojo USD biasanya banyak peminat pada masa tahun ajaran awal kuliah, dan berangsur-angsur menyusut ketika menjelang ujian. “Kalau dia bisa mengatur jadwal, selain dia cocok, biasanya terus,” ucapnya yang sehari-hari bekerja sebagai konsultan bangunan.

Handi mengatakan biasanya pada 4 tingkatan awal, pelajar Aikido bersifat hanya menerima pelajaran, sehingga kadang-kadang merasa bosan. Namun, pada tingkatan berikutnya, aikidoka mulai bisa mengeksplorasi banyak gerakan-gerakan. Lalu pada tingkat Q2, dan Q1 seorang Aikidoka bisa ciptakan style sendiri, sesuai dengan kepribadian masing-masing.

Damar mengatakan kepada orang yang hendak mulai belajar Aikido harus paham bahwa Aikido bukanlah untuk menciptakan seorang jagoan.”Kalau mau menang-menangan, jagoan berantem, tahan pukul. Mending dipertimbangkan lagi,” tuturnya.

Damar mengatakan tidak ada latihan di Aikido yang melakukan benturan dengan benda keras. Semisal mau menciderai lawan, kata Damar, pelakunya justru merasa sangat capek.

Sementara ukuran tingkatan Q, atau sabuk, menurut Damar hanyalah ukuran struktural, bukan kemampuan. “Aikidoka yang bagus, atau sejati, adalah yang seimbang,” ucap dia.

Dari sejak latihan-latihannnya, Damar menuturkan yang harus dirasakan pertama kali adalah jatuh. Bagaimana rasanya jatuh, sehingga ketika seorang nage (yang menerima dan mengeksekusi serangan) sadar betapa sakitnya jadi uke (orang yang menyerang dan jatuh). Sehingga Aikidoka akan menjatuhkan lawannya dengan penuh kasih sayang.

“Kalau orangnya arogan pasti kabur. Kalau ada yang coba-coba (adu kekuatan) mesti keluar,” imbuh Agus, secara terpisah.

Untuk perdamaian dunia

Damar menuturkan pada prinsipnya Aikido ingin menciptakan perdamaian dunia. Dia pribadi juga tertarik mengikuti Aikido karena cinta damai, “Dalam melumpuhkan dengan kasih sayang. Kekuatan tanpa cinta adalah buta. Secara filosofis serve the world in peace harmony,” ucap lulusan Ekonomi UPN tahun 2001 ini sembari mengaku pada masa mudanya di Purwokerto biasa berkelahi.

Damar yang mulai menjadi asisten pelatih sejak 2007 mengatakan tidak ada kompetisi di Aikido. Untuk uji kemampuan yang ada hanyalah simulasi pertandingan (randori), atau festival.

Adapun karakter seorang Aikidoka cenderung untuk menghindari benturan. Mayoritas sejumlah Aikidoka yang ditemui, mengaku sejak berlatih Aikido, mereka belum pernah menggunakan tekniknya untuk melumpuhkan lawan dalam pertarungan di kehidupan nyata.

“Nggak pernah terpakai. Tapi, tidak ada cita-cita [terpakai],” ucap asisten pelatih di Dojo Janti, Bomba Mahendra (25 tahun), yang sehari-hari menjaga toko batik milik orang tuannya di Pasar Beringharjo. (Heru Lesmana Syafei)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya