SOLOPOS.COM - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (JIBI/Bisnis/Nurul Hidayat)

Ahok gandeng PPATK untuk mencegah terjadinya penyelewengan di lingkungan pejabat Pemprov DKI Jakarta.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pengawasan transaksi keuangan di lingkungan pemprov ini merupakan yang pertama di tingkat kabupaten/kota.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala PPATK, Muhammad Yusuf, mengatakan penelusuran rekam jejak pejabat akan dilakukan atas instruksi dari Gubernur DKI Jakarta sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam menempatkan seseorang pada posisi jabatan tertentu. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta bisa mencari rekam jejak pengembang atau pihak swasta melalui PPATK untuk menjadi referensi sebelum memutuskan untuk kerja sama.

“Nah, kita melihat bahwa instrumen pada orangnya, jangan sampai beliau ini salah pilih orang, salah pilih pemborong, salah pilih misalnya pihak-pihak yang berhubungan dengan pengembang di sini,” katanya seusai melakukan penandatanganan MoU di Balai Kota, Jakarta, Rabu (21/1/2015).

Ekspedisi Mudik 2024

Proyek-proyek mencurigakan dan disalahgunakan oleh oknum turut menjadi fokus sasaran yang bisa dibantu oleh PPATK. Dia berharap agar Jakarta bisa menjadi role model bagi wilayah lain di seluruh Indonesia dengan menerapkan kebijakan pembatasan transaksi tunai.

Hingga saat ini, Yusuf mengungkapkan sudah ada pejabat DKI yang terindikasi melakukan pencucian uang. Namun, pihaknya belum mau membeberkan nama dan jabatan oknum pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya itu. “Masih rahasia. Jawabnya [PNS DKI yang melakukan pencucian uang] ada. Tunggu tanggal mainnya,” ujarnya.

Menurut data PPATK dari 2003-2014, terdapat 599.940 orang yang mengambil uang tunai lebih dari Rp500 juta per hari, sedangkan korporasi hanya 163.605. sedangkan, total pembawaan uang tunai lintas batas negara mencapai U$155 juta dan 46 ribu Yuan per bulan.

Tahun ini, Pemprov DKI Jakarta membatasi tarik tunai bagi pejabatnya sebesar Rp25 juta per hari. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mewacanakan akan ada pembatasan tarik tunai hanya satu kali upah minimum provinsi (UMP).

“Kalau Jakarta bisa, nanti seluruh Indonesia dibatasi penarikan uang. Idealnya, semua bank nanti tidak boleh menarik uang lebih dari 1 kali UMP,” ucapnya.

Pria yang akrab disapa Ahok ini bahkan tidak ragu untuk mencopot jabatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diketahui memiliki transaksi mencurigakan. Mantan Bupati Belitung Timur ini lebih memilih untuk salah memecat pejabat daripada harus bertaruh memberikan kesempatan namun korupsi tetap merajalela.

“Kita kalau ada masalah kita enggak akan ragu-ragu. Kita lebih baik salah menstafkan orang daripada salah kasih dia kesempatan berkuasa. Hak prerogatif saya kok, suka-suka saya. Dia kan nyolong duit suka-suka, saya juga suka-suka dong mau mecat orang” katanya.

Ahok berharap dengan gaji dan tujangan per bulan yang sekarang sudah tinggi, pejabat DKI tidak akan melakukan tindak pidana pencucian uang, gratifikasi, dan KKN.

Tahun ini, pejabat eselon I mendapat gaji Rp75 juta-80 juta per bulan, pejabat eselon II setiap bulannya dapat mengantongi gaji sebesar Rp45 juta-50 juta. Camat berpotensi mendapatkan gaji Rp45 juta per bulan, sedangkan lurah bisa memperoleh gaji sebesar Rp33 juta. Bagian pelayanan dan teknis pajak bisa mendapatkan Rp25 juta per bulan.

“PNS yang enggak ngapa-ngapain aja bisa Rp9 juta, kalau kerja lebih bisa dapat Rp13 juta, kalau masih maling memang keterlaluan,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya