SOLOPOS.COM - Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menjalani sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (7/11/2022). (Youtube)

Solopos.com, JAKARTA–Ahli Hukum Pidana dari Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, Said Karim, menyebut terdakwa kasus pembunuhan berencana, Ferdy Sambo (FS), tidak berpikir tenang dalam melakukan perbuatannya. Pada sisi lain, pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP mensyaratkan adanya rentang waktu untuk perencanaan pembunuhan dan ketenangan berpikir pelaku.

Hal itu disampaikan Said saat memberi keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Selasa (3/12/2023).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Said, ketenangan Ferdy Sambo untuk merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) patut dipertanyakan. Sebab, sebelum itu ia menerima pemberitahuan dari Putri Candrawathi (PC) bahwa istrinya itu diperkosa.

Ekspedisi Mudik 2024

“Dalam kasus ini yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mungkin Saudara terdakwa FS ini bisa berada dalam keadaan tenang di saat dia mendapatkan pemberitahuan dari istrinya bahwa istrinya baru saja mengalami tindakan pemerkosaan. Semua laki-laki normal di dunia ini [jika tahu] bahwa istrinya diperkosa, saya yakin dan percaya dia pasti marah, kecuali kalau dia tidak normal. Kalau dia normal, pasti mendidih darahnya itu,” jelas dia.

Dengan demikian, Said berpendapat terdakwa Ferdy Sambo tidak berada dalam keadaan tenang untuk merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.

“Menurut pendapat saya sebagai ahli, dia sudah tidak dalam keadaan tenang. Tetapi menyangkut secara spesifik, soal tenang atau tidak tenang adalah aspek kejiwaan, maka itu dijelaskan oleh ahli psikologi forensik,” sambung dia.

Hal tersebut disampaikan Said seusai penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi memintanya menjelaskan mengenai unsur perbuatan pidana pembunuhan yang diatur dalam Pasal 340 KUHP.

Dalam kesempatan itu, jaksa penuntut umum (JPU) menyampaikan keberatan atas keterangan Said. Menurut JPU, sebagai saksi ahli yang sifatnya tidak langsung, keterangan Said seharusnya hanya terbatas pada penjelasan berupa ilustrasi, bukan dari fakta dalam kasus tersebut.

Menanggapi keberatan itu, majelis hakim PN Jaksel tetap mempersilakan Said melanjutkan keterangannya.

“Silakan dilanjutkan karena tadi pernyataannya menyangkut seputar dakwaan. Saudara jaksa penuntut umum, ahli ini tidak dihadirkan oleh terdakwa dalam kaitannya adalah untuk mendengarkan. Biarkan nanti kita tanggapi dalam tuntutan saja, ya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya