SOLOPOS.COM - Kasi Pemerintahan Desa Singodutan, Selogiri, Wonogiri, Septhian Pandu Dharmawan, memproses pengurusan adminduk di kantor desa setempat, belum lama ini. (Solopos/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI -- Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Wonogiri Sungkono mengakui tingkat kesadaran masyarakat untuk mengurus akta kematian masih rendah.

Hal itu menimbulkan sejumlah permasalahan data penduduk. Salah satunya terungkapnya fakta warga yang sudah meninggal masih dibayari premi jaminan kesehatan nasional (JKN) penerima bantuan iuran (PBI) ke BPJS Kesehatan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sungkono menyayangkan masih rendahnya kesadaran masyarakat melapor dan mengurus akta kematian di Wonogiri. Padahal layanannya gratis.

Menurut Sungkono, jumlah akta kematian yang terbit jauh lebih sedikit dibanding jumlah peristiwa kematian yang terjadi. Berdasar penelusuran, hingga awal 2018 terdapat lebih kurang 40.000 peristiwa kematian warga yang sudah tercatat di desa, tetapi akta kematiannya belum terbit.

Peristiwa kematian itu terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Alhasil, pihak keluarga hanya mendapatkan surat keterangan kematian dari kelurahan/desa.

Sungkono menjelaskan kematian warga yang belum tercatat dengan bukti akta kematian berdampak data kependudukannya belum terhapus. Atas kondisi itu tak heran jika pada data tertentu, seperti daftar pemilih sementara (DPS) sebagai dasar penyusunan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu, banyak ditemukan data warga yang sudah meninggal dunia.

Dampak lain tidak terhapusnya data kependudukan warga yang sudah meninggal lainnya, yakni adanya penerima bantuan iuran (PBI) JKN berstatus meninggal dunia tetapi masih dibayari pemerintah.

Eks Karyawan BKK di Wonogiri Korupsi Rp2,7 Miliar, Alasannya Untuk Digandakan ke Dukun

Hal itu terjadi di Wonogiri. Sungkono menyebut berdasar pencocokan data tercatat ada lebih kurang 23.000 PBI meninggal dunia tetapi preminya ke BPJS masih dibayari pemerintah hingga pertengahan 2019.

Sungkono menyebut itu hanya salah satu dari banyak masalah administrasi kependudukan (adminduk). Dia mengungkapkan pernah ada seorang istri yang masih hidup tapi adminduknya dimatikan oleh suaminya yang dia ingin menikah lagi.

"Peristiwa ini ketahuan si istri saat mengurus sesuatu. Saat itu kami menjelaskan data kependudukannya sudah dihapus karena dilaporkan suaminya sudah meninggal dunia. Lalu si istri menggugat suaminya,” ujar Sungkono dalam wawancara dengan Solopos.com belum lama ini.

Menyikapi persoalan itu Disdukcapil bertindak. Pertama, dinas menerbitkan akta kematian 40.000-an warga yang ditemukan pada 2018 secara masif. Hingga 2019 dinas sudah menerbitkan lebih kurang 13.000 akta kematian.

Aplikasi

Kegiatan ini dilaksanakan di luar jam kerja karena saat jam kerja pegawai mengurus administrasi kependudukan (adminduk) secara umum.

Kedua, Disdukcapil meluncurkan program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat supaya tertib adminduk. Program itu, yakni Gerakan Indonesia Sadar Adminduk (GISA) yang di dalamnya terdapat sejumlah subprogram pengurusan adminduk, seperti three in one atau 3 in 1.

Aplikasi pengurusan adminduk yang bisa diakses warga, yakni Telunjuk SAKTI (Sistem Administrasi Kependudukan Berbasis Teknologi Informasi), aplikasi Anak Lantip (Lahir Administrasi Kependudukan Tertib), dan terbaru aplikasi Ayo SKAK (Segera Kirim Akta Kematian).

Program-program itu untuk meningkatkan ketertiban adminduk. Melalui program adminduk 3 in 1, warga bisa mengurus tiga dokumen kependudukan sekaligus dalam satu proses.

Contohnya, jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, warga bisa mengurus akta kematian, perubahan data kartu keluarga (KK), dan perubahan data kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Demikian halnya ketika ada kelahiran baru.

Dengan aplikasi Telunjuk SAKTI, warga bisa mengurus seluruh adminduk melalui telepon seluler. Warga hanya cukup memenuhi syarat yang dipindai lalu diunggah di aplikasi.

Setelah semua beres, dokumen kependudukan diterbitkan Disdukcapil lalu dikirim ke alamat rumah pemohon melalui pos atau diambil di Kantor Disdukcapil.

Ratusan Orang Inden Durian Pogog Wonogiri, Petani Batasi Kuota Pemesanan

“Ayo SKAK kami uji coba 1 November 2019. Aplikasi ini diperuntukkan pemerintah desa. Dengan aplikasi ini perangkat desa bisa menginput data kematian warga di hari peristiwa kematian terjadi," kata Sungkono.

Data itu lalu diolah operator Disdukcapil di kantor kecamatan untuk selanjutnya dicetak. Jika sudah dicetak, operator memberi notifikasi kepada perangkat desa.

Selanjutnya perangkat mengambil akta kematian lalu diserahkan kepada keluarga warga yang meninggal saat pemakaman. "Hingga akhir Desember 2019 akta kematian yang diurus menggunakan Ayo SKAK tercatat ada 631 lembar,” urai Sungkono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya