SOLOPOS.COM - Kerabat sedang merawat jenasah pesinden Keraton Kasunanan Mbah Jiwo di rumahnya di kampung Wirengan, Baluwarti, Solo, Senin (16/9/2013). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Kerabat sedang merawat jenasah pesinden Keraton Kasunanan Mbah Jiwo di rumahnya di kampung Wirengan, Baluwarti, Solo, Senin (16/9/2013). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Kerabat sedang merawat jenasah pesinden Keraton Kasunanan Mbah Jiwo di rumahnya di kampung Wirengan, Baluwarti, Solo, Senin (16/9/2013). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO —  Sesosok jasad berselimut kain batik berwarna cokelat terbaring kaku di ranjang rumahnya, di Wirengan RT 002/RW 004, Baluwarti, Senin (16/9/2013).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Jasad itu kini tak bernyawa. Dendang lagu jawa yang biasa mengalir merdu tak terdengar lagi. Dua bola matanya terkatup rapat.

Ya, sosok jasad itu tak lain adalah Sujirah alias Mbah Jiwo Laras, 85. Perempuan itu adalah mantan abdi dalem swarawati Keraton Solo. Sujirah diketahui menderita penyakit kulit dan sakit pinggang sejak satu tahun lalu.

Namun sakit yang diderita seolah tak dirasa, hingga akhirnya para tetangga dan petugas PMI Kota Solo turun tangan membantu semua biaya pengobatan Sujirah.
Keluarga yang diharapkan membantu dalam perawatan seolah acuh dengan kondisi penyakit Mbah Jiwo Laras. Hari-hari Mbah Jiwo Laras dijalani dengan hidup sebatang kara.

Beruntung, sejak awal Maret lalu, petugas PMI secara bergilir bersedia merawat Sujirah, mulai dari pemberian obat hingga membersihkan tubuhnya.

”Dalam satu pekan, kita datang dua sampai tiga kali ke rumah Mbah Jiwo. Mulai dari mandiin sampai bersihin luka pada tubuhnya,” papar salah satu pelaksana harian ambulans PMI Solo, Tukimin, saat ditemui di lokasi, Senin.

Semasa hidupnya, Jiwo Laras memiliki tugas mulai menjadi salah satu duta seni Keraton Solo. Bahkan sang Raja Solo, Paku Buwono (PB) XII dan mantan Presiden Indonesia, Soekarno pun terkagum dengan suara emas mantan pesinden Keraton ini.

”Tadi meninggalnya sekitar pukul 09.00 WIB. Baru diketahui tetangga ya pukul 11.30 WIB,” papar Ketua RW 004, Muh Arif Sulistiyanto, saat berada di lokasi.

Kepastian waktu meninggalnya Mbah Jiwo Laras tak ada orang tahu. Sebab, sehari-hari perempuan yang menjadi primadona Keraton era 1960-an ini tinggal di rumah gubuk seorang diri.

”Selama sakit yang menanggung biaya pengobatan dari PMI Solo. Saudaranya enggak ada yang peduli merawat ke sini,” jelas dia.

Pernyataan senada diungkapkan Ketua RT 002 Wirengan, Santoso. ”Semua yang punya inisiatif merawat dan menjaga Mbah Jiwo ya warga sekitar,” kata dia.

Berdasarkan informasi warga, keluarga Mbah Jiwo yang berada di Semanggi, Pasar Kliwon sudah dihubungi untuk menengok kondisi jenazahnya. Namun pihak keluarga tetap menolak datang untuk sekadar memberikan ucapan bela sungkawa.

Sementara itu, Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo, KP Winarno Kusumo, membenarkan kabar meninggalnya Mbah Jiwo. Namun dia menyayangkan, kabar tersebut terlambat diterima pihak Keraton.
”Katanya pemakamannya sudah diurus PMI Solo. Jadi kami sendiri terlambat mendengar kabar itu,” papar dia saat dihubungi Solopos.com.

Pihak Keraton Solo, kata dia, tidak bisa berbuat banyak atas kematian Mbah Jiwo. Sebab, selama ini Mbah Jiwo tidak diketahui jelas keluarganya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya