SOLOPOS.COM - Ilustrasi penyergapan teroris (JIBI/Solopos/Antara/Embong Salampessy)

Solopos.com, SEMARANG — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan, sebanyak 83 orang teroris tewas ditembak anggota Densus 88.

Ketua Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Pelanggaran HAM, Komnas HAM, Natalius Pigai, mengatakan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dalam menangangani teroris dengan menggunakan cara teroris.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Sejak 2000 sampai awal 2013 tercatat sebanyak 83 orang teroris meninggal dunia ditembak anggota Densus 88 dan ribuan lainnya ditangkap,” katanya kepada wartawan seusai berbicara pada Seminar Nasional Penanggulangan Trorisme: Antara Menjaga Keutuhan Negera Republik Indonesia (NKRI) dan Penegakan HAM di Hotel Santika, Kota Semarang, Kamis (12/9/2013).

Seminar yang digelar Program Studi Doktor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dibuka Kapolda Jateng, Irjen Pol. Dwi Priyatno, dengan nara sumber, selain Natalius juga mantan Menteri Kehakiman, Muladi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyad Bay, dan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng, Ahmad Rofiq.

Menurut Natalius, penanganan terorisme yang dilakukan Polri berpotensi melanggar HAM, karena dilaksanakan tanpa berpedoman pada standar dan peraturan yang berlaku.

“Terorisme dengan barbagai tindakan kejahatan kemanusiaan tentu tidak dapat dibenarkan, namun tindakan penanggulangan terorisme oleh aparat Negara [Polri] juga seringkali bertentangan dengan HAM,” bebernya.

Dia membeberkan kasus penanggulangan terorisme yang bertentangan dengan HAM yang dilakukan Densus 88, antara lain penangkapan tanpa surat perintah penangkapan, penembakan yang menyebabkan kematian.

Selain itu, penggeledahan dan penyitaan yang tidak berdasarkan hukum acara, penganiayaan dan penyiksaan, bantuan hukum yang direkayasa, aktivitas aparat yang meneror masyarakat baik fisik maupun non fisik.

Pelanggaran hak atas beribadah, upaya paksa di depan anak-anak di bawah umur, hak mendapatkan informasi keberadaan seseorang yang ditangkap dan ditahan.

“Pemerintah melalui Densus 88 dalam penanggulangan terorisme lebih mengedepankan proses penegakan dari pada usaha-usaha deradikalisasi misalnya melalui pendekatan keagamaan,” ujar Natalius.

Tahu HAM

Menanggapi tudingan ini, Kepala BNPT, Ansyad Bay, menyatakan anggota polisi mengerti tentang HAM dan tidak bermaksud melanggarnya.

Namun, kata dia, kondisi di lapangan saat hendak menangkap pelaku teroris yang membawa senjata, memaksa anggota Densus 88 bengambil keputusan cepat, antara membunuh atau dibunuh.

“Jadi anggota Densus 88 terpaksa menembak pelaku teroris, karena melakukan perlawanan. Kalau teroris tidak melawan dan menyerahkan diri dengan baik tidak akan ditembak. Kami tidak ingin melanggar HAM,” jelas mantan Wakapolda Jateng ini.

Ansyad menambahkan, penanganan teroris di Indonesia paling soft, dibandingkan dengan negara lain seperti Pakistan, Yaman, di Amerika.

”Di Pakistan dan Yaman menggunakan rudal untuk membasmi teroris,” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya