SOLOPOS.COM - Sebuah alat berat menarik truk yang terjebak material longsoran yang terjadi di Dusun Jentir, Sambirejo, Ngawen. Sabtu (4/3/2017). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Mitigasi bencana dikembangkan melalui berbagai cara

 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Harianjogja.com, JOGJA – Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengembangkan konsep kearifan lokal berpadu dengan teknologi digital untuk mencegah risiko terburuk bencana alam.

Rektor UGM Dwikorita Karnawati, mengungkapkan konsep yang berhasil dikembangkan itu terintegrasi dengan teknologi digital dan ilmu titen.
Menurut Dwikorita, ilmu titen bisa dipergunakan untuk melakukan pemantauan dan peringatan dini terhadap bencana, seperti tanah longsor.

“Integrasi antara ilmu titen dan teknologi tersebut, saat ini sudah terpasang di 21 provinsi dan ratusan desa di Indonesia. Bahkan, juga sudah terpasang di Myanmar dan Tiongkok,” ujar Dwikorita, Rabu (22/3/2017).

Dwikorita menjelaskan pengembangan ilmu titen dimulai sebelum 2000. Termasuk di tahun 1996, ketika dirinya baru lulus program doktoral. Melalui Tim Pengurang Risiko Gempa dan Longsor UGM yang dipimpinnya, Dwikorita melakukan riset megenai kearifan lokal masyarakat Indonesia. Termasuk pemahaman para leluhur ketika mengamati akan datangnya suatu bencana. Titen sendiri diambil dari Bahasa Jawa yang berarti awas atau waspada.

“Sayangnya, karena perkembangan zaman, banyak generasi sekarang yang tidak menerapkan atau bahkan tidak memahami ilmu titen tersebut, karena dianggap kuno. Ilmu titen memang berasal dari istilahnya Jawa. Tetapi, konsep tersebut bisa diterapkan dimanapun,” lanjutnya.

Contoh ilmu titen, jika lereng menggembung, tiba tiba muncul air pada lereng, atau mendadak tanah retak, para leluhur sudah curiga akan terjadi longsor. Begitu pula ketika pohon tiba-tiba menjadi miring atau pintu dan jendela rumah menjadi susah dibuka, sejak dahulu sudah dipahami sebagai pertanda bencana akan datang.

Begitu pula air sungai yang mendadak keruh, meski hujan belum turun, menjadi pertanda bahwa daerah hulu sungai terjadi erosi yang bisa berdampak pada bagian hilir.

Untuk membuktikan kebenaran ilmu titen, secara ilmiah Dwikorita dan kawan-kawan juga melakukan riset dengan perhitungan numerik. Dari sana didapatkan tentang kebenaran kearifan lokal tersebut.

“Riset yang kami lakukan adalah riset numerik, matematik, dan dengan pemodelan komputer yang diverifikasi di lapangan. Melalui riset tersebut, kami menjustifikasi apakah ilmu titen benar atau salah. Kalau benar, kami kembangkan dan padukan dengan teknologi modern,” lanjut dia.

Dari sanalah, UGM di bawah kepemimpinan Dwikorita, kemudian mengembangkan dan mengangkat riset tersebut menjadi program universitas. Hasilnya, sistem yang terintegrasi antara human sensor dan instrument sensor tersebut, sekarang telah menjadi rujukan nasional melalui Standar Nasional Indonesia (SNI). Bahkan, lanjut Dwikorita, saat ini sedang dipersiapkan oleh International Standardization Organization (ISO) sebagai rujukan dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya