SOLOPOS.COM - Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati menceramahi keluarga ibu hamil yang mengalami pendarahan karena terlambat dibawa ke Puskesmas Plupuh II, Kamis (19/1/2017). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Bupati Sragen marah-marah mengetahui ada ibu hamil yang pendarahan tapi terlambat dibawa ke puskesmas.

Solopos.com, SRAGEN — “Suaminya mana? Suaminya mana?” teriak Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati sesaat setelah berbincang dengan seorang ibu hamil (bumil) dengan usia 32 pekan di salah satu bangsal Puskesmas Plupuh II, Kamis (19/1/2017).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Orang nomor satu di Bumi Sukowati itu telihat panik. Dia memarahi suami bumil itu karena terlambat membawa istrinya ke puskesmas.

“Pendarahan sejak tadi pagi mengapa baru dibawa ke puskesmas siang? Bayi dalam kandungan istrimu sudah tidak bergerak sejak tadi pagi, itu harus segera mendapat penanganan. Kamu ke mana saja?” ujar Bupati dengan nada suara tinggi.

Bupati memarahi pria asal Desa Manyarejo itu yang mengatakan kali terakhir memeriksa istrinya ke bidan pada November 2016. Menurutnya, pemeriksaan kehamilan seharusnya bisa dilaksanakan sebulan sekali.

Ketiadaan bidan desa karena kesibukan lain membuat bumil itu dibawa ke Puskesmas Plupuh II. Akan tetapi, sesampainya di puskesmas, bumil itu tidak segera ditangani karena keterbatasan tenaga medis.

Alih-alih ditangani dokter dan bidan, bumil yang sudah mengalami pendarahan itu hanya ditangani pelajar yang sedang magang. Bupati juga mempertanyakan kepada pengelola puskesmas mengapa bumil itu tidak segera dirujuk ke RSUD.

Seorang petugas dari Puskesmas Plupuh II menjawab petugas masih berusaha memastikan ketersediaan kamar di RSUD. Mendapat jawaban itu, nada bicara Bupati makin tinggi.

“Tidak perlu menunggu tempat. Pelayanan kepada ibu hamil yang akan melahirkan itu harus diprioritaskan. Segera bawa dia ke RSUD Sragen atau RSUD Gemolong,” ucap Bupati.

Kemarahan Bupati terhadap lambatnya penanganan bumil yang mengalami pendarahan itu beralasan. Bupati tidak ingin angka kematian ibu dan bayi meningkat pada 2017.

Sepanjang 2015 lalu, terdapat 14 kasus kematian ibu dan bayi. Pada 2016, jumlah kematian ibu dan bayi meningkat menjadi 17 kasus.

“Awal 2017 ini sudah ada satu kasus kematian ibu dan bayi. Kalau tadi tidak segera ditangani, bisa tambah dua. Target saya pada 2017, angka kasus kematian ibu dan bayi bisa ditekan kurang dari 10,” jelas Bupati.

Bupati mengakui pemerintah sudah menggulirkan program Ngincer Wong Meteng guna menekan angka kematian ibu dan bayi. Melalui pertemuan PKK atau posyandu, program sudah disosialisasikan kepada masyarakat.

Meski begitu, dia mengakui tidak semua masyarakat bisa merespons dengan cepat permasalahan kesehatan yang dialami bumil. “Sekeras apa pun pemerintah berupaya menekan angka kematian ibu dan bayi, kalau masyarakatnya tidak waspada terhadap diri mereka sendiri ya sulit,” jelas dia.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen Hargiyanto membenarkan ada satu kasus kematian ibu dan bayi pada awal 2017. Kasus itu terjadi di Kecamatan Ngrampal.

Menurutnya, angka kematian ibu dan bayi bisa ditekan seandainya keluarga ibu hamil lebih responsif menangani masalah kesehatan. “Program Ngincer Wong Meteng itu butuh dukungan banyak pihak. Wanita hamil itu bukan hanya menjadi tanggung jawab suami atau keluarga, tetapi juga masyarakat di lingkungannya,” jelas Hargiyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya