Solopos.com, YANGON - Warga sipil yang meninggal dunia dalam demonstrasi menentang kudeta militer Myanmar sudah mencapai 706 orang sejak terjadinya kudeta 1 Februari lalu. Dalam laporannya pada Minggu (11/4/2021) malam, Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) menyampaikan tambahan 5 orang tewas.
AAPP juga melaporkan hingga 11 April, total 3.059 orang menjadi tahanan. Dari jumlah itu, dari 64 mendapat vonis hukuman, sementara sebanyak 657 orang lainnya menjadi sasaran surat perintah penangkapan. AAPP juga melaporkan seorang anggota parlemen partai berkuasa Liga Nasional Demokrasi (NLD) dari Kota Pantanaw, Wilayah Ayeyarwady, ditangkap oleh militer. “Kelompok militer menggunakan siksaan sebagai senjatanya dalam penahanan, ini adalah masalah serius yang mengkhawatirkan,” ungkap AAPP.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Selain itu, AAPP menyampaikan konflik junta melawan kelompok etnis Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) dan Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA) terus berlanjut. “Pertempuran antara Tentara Kemerdekaan Kachin dan junta semakin intensif di Kota Momauk. Banyak warga yang terpaksa mengungsi,” terang AAPP.
Kudeta militer terjadi di Myanmar pada 1 Februari. Kudeta itu menggulingkan pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi. Militer berdalih pemilu yang mengantarkan partai Suu Kyi menguasai suara mutlak di parlemen penuh kecurangan. Menanggapi kudeta tersebut, kelompok sipil di seluruh negeri meluncurkan kampanye pembangkangan dengan demonstrasi massa dan aksi duduk di jalan. Namun aparat keamanan bertindak brutal dengan menembaki pengunjuk rasa menggunakan peluru tajam dan melakukan razia dan penangkapan dari rumah ke rumah.