SOLOPOS.COM - Ilustrasi rumah bersubsidi. (Dedi Gunawan/JIBI/Bisnis)

Rumah bersubsidi yang mendapat akses KPR FLPP harus dimanfaatkan sesuai kesepakatan.

Solopos.com, SOLO ­ Program pemerintah untuk menyediakan rumah murah harud disikapi bijaksana oleh pemerintah. Masyarakat yang mendapat akses KPR FLPP harus menaati ketentuan yang berlaku agar subsidi dari pemerintah tidak dicabut.

Promosi Keren! BRI Raih Enam Penghargaan di PR Indonesia Awards 2024

Branch Manager Bank BTN Kantor Cabang Syariah Solo, Rr. Anggarani, mengatakan harga rumah bersubsidi dipatok Rp116,5 juta. Harga menjadi murah karena pengembang tidak dibebani berbagai pajak yang biasa diberikan kepada rumah komersial. Namun, ia mengingatkan pada para pengguna layanan KPR FLPP atau KPR rumah bersubsidi agar benar­benar memanfaatkan rumahnya sesuai kesepakatan.

Ekspedisi Mudik 2024

Ada tiga perjanjian dalam surat akad, yaitu penghasilan memenuhi kriteria (penghasilan pokok maksimal Rp4 juta), tidak akan dipindahtangankan selama lima tahun dan rumah tersebut harus ditempati oleh orang yang bersangkutan maksimal setahun setelah serah terima. Menurutnya, kemudahan yang diberikan pemerintah hendaknya dimanfaatkan secara bijaksana. Kalau masyarakat menyalahgunakan akses tersebut, kemudian terbukti, maka masyarakat bersangkutan yang akan mendapatkan kerugian.

“Ingat, selalu ada verifikasi dari BPKP. Kalau sampai terbukti salah sasaran, maka subsidi akan dicabut dan orang tersebut harus membayar semua biaya yang sebelumnya ditanggung oleh pemerintah,” tuturnya saat berbincang dengan Koran Solo di kantornya pekan lalu.

Di sisi lain, pengembang perumahan bersubsidi mengaku mendapat kesulitan pengadaan lahan. Pimpinan PT. Puri Angkasa Permata,Sunaryo mengatakan masyarakat mulai “pintar”. Perkembangan perumahan membuat mereka yang memiki tanah menjual tanah dengan harga tinggi. Padahal, kalau pengembang ingin membangun rumah KPR bersubsidi, mereka harus mencari tanah dengan harga di bawah Rp200.000/meter persegi.

“Sekarang memang ada, tapi jaraknya jauh dari kota. Itu kemudian menyulitkan marketing perumahan. Hal itu membuat banyak perumahan mangkrak,” ujar dia saat dihubungi Koran Solo belum lama ini.

Di samping kesulitan mendapatkan harga tanah yang murah, pengembang juga dipusingkan oleh regulasi pemerintah daerah yang mengatur rencana tata ruang wilayah (RTRW). Mereka jarus menaati batas zona hijau [khusus untuk pertanian]. Pengembang harus mencari zona kuning [bisa untuk perumahan].

“Itu memang untuk keseimbangan kelestarian sawah, perkebunan dan sebagainya,” kata dia. Secara matematika bisnis, pengembang yang terjun ke perumahan subsidi hanya dapat mengambil margin keuntungan yang kecil.

Tetapi Sunaryo tetap menggeluti bidang itu karena cash flow [perputaran uang] pada bisnis perumahan bersubsidi terbilang cepat jika dibandingkan perumahan komersial.

“Perumahan komersial memang menjanjikan keuntungan yang lebih besar. Tetapi dengan tren suku bunga bank yang tinggi, orang yang akan berinvestasi di perumahan itu juga jadi sedikit. Berjualan rumah komersial juga lebih sulit. Untuk menjual satu unit rumah per bulan saja pihak marketing cukup kesulitan,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya