SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian. (Gambar: Freepik)

Solopos.com, SRAGEN — Pengadilan Agama (PA) Sragen menerima 2.740 perkara perceraian selama kurun waktu satu tahun pada 2021. Lebih dari separuhnya atau 62,19% merupakan perkara cerai gugat.

Cerai gugat adalah perkara yang paling sering ditangani PA Kelas IA Kabupaten Sragen, Jawa Tengah dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Perkara cerai gugat pada 2020 tercatat 1.658 perkara sedangkan pada 2021 meningkat menjadi 1.770 perkara.

Promosi Acara Gathering Perkuat Kolaborasi Bank Sampah Binaan Pegadaian di Kota Padang

Padahal pada 2021 ada 2.740 perkara yang diterima PA Sragen. Artinya, lebih dari separuhnya yaitu 62,19% atau 1.770 perkara adalah cerai gugat. Kemudian, pada tahun sebelumnya atau 2020, PA Sragen menerima 2.987 perkara. Lebih dari separuh, yakni 59,26% atau 1.658 perkara adalah cerai gugat.

Panitera PA Kelas IA Sragen, H.A. Heryanta Budi Utama, mengatakan perkara kedua yang paling sering ditangani adalah cerai talak. “Perkara cerai talak pada 2020 tercatat 634 perkara dan pada tahun selanjutnya tercatat 734 perkara,” terang Heryanta saat ditemui Solopos.com beberapa waktu lalu.

Heryanta menuturkan perkara perceraian yang diklasifikasikan menjadi cerai gugat dan cerai talak paling banyak ditangani. Perbedaan keduanya adalah pada pihak yang mengajukan.

Baca Juga : Waspada Pernikahan Anak di Sragen, Bisa Sebabkan Stunting

“Untuk cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan pihak istri. Kemudian, untuk cerai talak adalah perceraian yang diajukan oleh pihak suami,” tambah Heryanta.

Selain itu, perceraian di PA lebih banyak daripada di Pengadilan Negeri (PN). Salah satu penyebab adalah perkara perceraian untuk warga negara muslim diajukan ke PA. Di sisi lain, PN menangani perkara perceraian warga negara nonmuslim.

“Penyebab perceraian tersebut bermacam-macam, dari perselisihan atau pertengkaran yang terus menerus, faktor ekonomi, salah satu pihak meninggalkan pihak lain, murtad, kekerasan dalam rumah tangga [KDRT], dan kawin paksa,” ungkap Heryanta.

Kemudian perkara ketiga yang paling sering diterima PA Sragen adalah dispensasi perkawinan. “Dispensasi perkawinan adalah ketika anak ingin melangsungkan pernikahan tapi usia belum mencapai usia minimal untuk melangsungkan pernikahan sesuai UU Perkawinan,” terang Heryanta.

PA Sragen menyebut perkara dispensasi perkawinan pada tahun 2021 meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2020. Pada 2020 terdapat 349 permohonan, kemudian pada 2021 menjadi 363 permohonan dispensasi perkawinan.

Baca Juga : Waduh, Angka Perceraian di Sragen Tertinggi di Soloraya

Usia perkawinan dalam Undang-Undang No.16/2019 tentang Perkawinan menetapkan batas usia minimal melangsungkan pernikahan untuk laki-laki dan perempuan sama, yaitu 19 tahun. Sebelumnya, pada UU No.1/1974 batas usia minimal wanita boleh menikah adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.

Dikonfirmasi secara terpisah, Pejabat Humas Pengadilan Negeri, Iwan Harry Winarto, mengatakan kasus perceraian untuk nonmuslim diselesaikan melalui Pengadilan Negeri (PN). Dia menyebut angka perceraian yang ditangani di PN Sragen tidak terlalu besar.

Pada 2019 ada 31 perkara perceraian yang masuk ke PN Sragen, 2020 ada 37 kasus, 2021 ada 31 kasus, dan 2022 hingga September ada 33 kasus. Mayoritas karena perselisihan dan faktor ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya