SOLOPOS.COM - Nailah Khalishah yang menjadi korban meninggal saat Diksar Menwa UMS, April 2021. (Istimewa/Awang)

Solopos.com, SUKOHARJO — Diksar Resimen Mahasiswa atau Menwa UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta) yang mengakibatkan salah satu mahasiswi bernama Nailah Khalisah sudah berlalu enam bulan yang lalu, tepatnya pada April 2021.

Namun, peristiwa tersebut masih meninggalkan ganjalan di hati rekan-rekannya sesama mahasiswa Ilmu Hukum UMS. Hingga kini, penyebab meninggalnya mahasiswi angkatan 2020 itu belum diketahui secara pasti.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Rekan-rekan Nailah hanya tahu dara asal Ngawi itu mengeluhkan masalah pada kakinya saat mengikuti longmarch pada hari terakhir Diksar Menwa UMS, April 2021 lalu. Kaki Nailah kapalan dan melepuh hingga akhirnya ia tak sadarkan diri saat longmarch.

Baca Juga: Kisah Pilu Nailah, Mahasiswi UMS yang Meninggal saat Diksar Menwa 2021

Nailah kemudian dibawa ke RS UNS Solo di Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, dan meninggal dunia sekitar 30 menit kemudian. Baik keluarga maupun pihak kampus tidak berupaya membawa jenazah Nailah untuk diautopsi guna mengetahui penyebab pasti meninggalnya mahasiswi itu.

Sedangkan untuk Menwa, kampus juga hanya menempuh jalur penyelesaian internal dengan membekukan seluruh kegiatannya selama satu semester dan melakukan evaluasi. “Sementara waktu segala jenis kegiatan [Menwa] masih kami bekukan dan tidak boleh dilakukan. Kami juga masih mengevaluasi apa yang harus diperbaiki,” ujar Wakil Rektor III UMS, Ikhwan Susilo, kepada Solopos.com, Kamis (28/10/2021).

Kampus Meminta Maaf

Ikhwan menambahkan kampus sudah meminta maaf kepada orang tua Nailah yang meninggal saat mengikuti diksar Menwa 2021 UMS, April lalu. Menurutnya, kampus sudah sedari awal melarang adanya kekerasan saat diksar Menwa.

Baca Juga: Giliran Mahasiswa UMS Demo Tuntut Bubarkan Menwa, Ini Penyebabnya

Ia menegaskan diksar harus menekankan pembekalan ilmu keahlian dasar mahasiswa dan bukan kontak fisik. Sementara itu, bagi rekan-rekan Nailah, apa yang dilakukan manajemen kampus UMS dalam kasus meninggalnya Nailah tidak lah cukup.

Kasus meninggalnya mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Gilang Endi Saputra, saat mengikuti Diklat Menwa UNS, Minggu (24/10/2021) lalu, menjadi momentum untuk mengangkat kembali kasus Nailah ke permukaan. Tujuannya agar ada keadilan bagi semua pihak.

Selain itu seperti halnya mahasiswa UNS, rekan-rekan Nailah di UMS juga mendesak agar Menwa dibubarkan. Aspirasi itu salah satunya disampaikan melalui aksi unjuk rasa yang berlangsung di Kampus I UMS, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Kamis (28/10/2021).

Baca Juga: Pemadaman Listrik Sukoharjo dan Boyolali Hari Ini (28/10/2021)

Koordinator aksi, Ahmad Syaukhi Izul, menceritakan Nailah mengikuti diksar UKM Menwa Batalion 916 UMS pada Kamis-Minggu (1-4/4/2021). Pada hari terakhir diksar saat akan melakukan longmarch, Nailah mengeluhkan kapalan di kaki sudah pecah.

Mahasiswa Minta Kasus Nailah Diusut Tuntas

Nailah sempat ditawari untuk tidak ikut longmarch namun yang bersangkutan memilih ikut. Bersama peserta lainnya, Nailah berjalan hingga 100 meter, namun ia mengeluhkan sakit dan dibawa ke Rumah Sakit UNS. Sekitar 30 menit kemudian, Nailah dinyatakan meninggal dunia.

Izul mengatakan berdasarkan informasi ia peroleh, penyebab kematian Nailah hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Selain itu, jenazah Nailah juga tidak diautopsi.

Baca Juga: Makam Misterius di Solo Baru Ternyata Ada Hubungan dengan Keraton Solo

“Kami hingga saat ini juga belum mengetahui penyebab meninggalnya rekan kami. Karena tidak sampai autopsi jadi kejadian aslinya bagaimana dan meninggalnya karena apa kami tidak tahu. Oleh karena itu, kami meminta agar kasus Nailah ini bisa diusut secara tuntas,” ungkapnya.

Izul mengatakan mahasiswa yang ikut unjuk rasa merasa geram dengan aksi senioritas yang dilakukan Menwa UMS saat melakukan program diksar. Izul mengaku kecewa dengan universitas yang terkesan menutup-nutupi kasus tersebut. Selain itu, sanksi yang diberikan kepada Menwa juga dinilai terlalu ringan.

“Hukuman untuk Menwa terlalu ringan, hanya dibekukan satu semester dengan pengurangan kucuran anggaran dari kampus. Hukuman itu tidak setimpal dengan nyawa yang hilang dari teman kami,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya