SOLOPOS.COM - Ilustrasi siaran televisi digital vs analog/investforesight.com

Solopos.com, JAKARTA -- Siaran televisi teresterial digital sepenuhnya dapat dinikmati warga Indonesia paling lambat pada 2022. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan tahun 2020.

Celaknya,  ada kesalahpahaman masyarakat mengenai siaran televisi teresterial digital. Mereka mengira untuk menonton televisi nanti mereka harus membayar biaya berlangganan, seperti televisi kabel. Tidak sedikit juga masyarakat yang mengira siaran televisi digital sama seperti Netflix, alias layanan menonton streaming.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mengutip antaranews.com, Rabu (31/3/2021), Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika, Geryantika Kurnia, menjelaskan siaran televisi digital dan siaran streaming adalah dua layanan yang berbeda. "Siaran televisi dari analog ke digital sama saja, yaitu tidak membayar karena ini layanan free to air," kata Geryantika.

Baca Juga : Beginilah Sejarah Lampu Bangjo, Dari Tenaga Gas Sampai E-Tilang

Siaran televisi teresterial merupakan layanan free to air sehingga tidak berbayar. Sementara itu, layanan streaming menonton video termasuk produk berbasis internet atau over-the-top, umumnya berbayar.

Selama ini masyarakat Indonesia menonton siaran televisi teresterial analog, yang menggunakan spektrum frekuensi radio 700 MHz. Sementara, otoritas telekomunikasi dunia International Telecommunication Union (ITU) meminta seluruh negara paling lambat beralih ke siaran televisi digital pada 2015.

Indonesia memang sangat terlambat dalam implementasi siaran televisi digital, antara lain karena terganjal regulasi penyiaran. Menurut Geryantika, wacana migrasi ke siaran televisi digital sudah bergulir sejak 2007. Regulasi penyiaran pada 2012 lalu juga diharapkan memuat analog switch off, namun, belum berhasil terlaksana.

Frekuensi Emas

Dampak siaran televisi digital yang akan dirasakan Indonesia cukup luas, tidak melulu berkaitan dengan industri penyiaran. Namun juga berpengaruh ke internet dengan rencana Indonesia untuk mengadopsi jaringan 5G.

Spektrum frekuensi 700 MHz dijuluki sebagai "frekuensi emas" berkat cakupannya yang luas. Begitu siaran televisi teresterial sudah sepenuhnya beralih ke digital, Kominfo menaksir akan ada dividen digital sebesar 112 MHz pada frekuensi tersebut.

Rencana pemerintah, sebanyak 90 MHz dari dividen digital tersebut akan digunakan untuk mengadakan internet cepat. Lainnya, frekuensi emas ini akan dimanfaatkan untuk mendukung program penanggulangan bencana.

Baca Juga : 2 Motor Bebek Honda Ini Ternyata Yang Termahal Di Indonesia

Staf Khusus Kominfo Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Rosarita Niken Widiastuti, menyatakan agar bisa menangkap siaran gelombang digital, tentu diperlukan televisi keluaran terbaru untuk menangkap gelombang siaran digital. Masyarakat memiliki pilihan yaitu membeli televisi buatan terkini, yang bisa menangkap gelombang siaran digital, atau menggunakan set top box.

Set top box merupakan alat tambahan, berbentuk seperti modem untuk televisi kabel, yang dipasangkan ke televisi analog agar bisa menangkap siaran digital. Ada sekitar 40 juta perangkat televisi di Indonesia yang hanya bisa menangkap siaran analog.

Artinya, jika tidak semua masyarakat membeli pesawat televisi baru, akan diperlukan jutaan set top box. Pemerintah juga akan turun tangan dalam menyediakan set top box, terutama untuk keluarga pra-sejahtera agar bisa menonton televisi digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya