SOLOPOS.COM - (JIBI/SOLOPOS/detikcom)

Data KPAI sepanjang 2016 menyebut ada lebih dari 3.500 kasus bullying, dengan 14% merupakan cyber bullying.

Solopos.com, SOLO – Data yang dihimpun pada 2013 menyebut Indonesia menjadi negara yang menempati peringkat pertama dengan jumlah 38% penyumbang kasus cyberbullying di dunia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bagaimana bisa warganet Indonesia jadi juaranya cyberbully? Inilah empat alasannya, mengutip Liputan6, Selasa (18/7/2017).

Warganet Indonesia paling senang cari kekurangan public figure

Ekspedisi Mudik 2024

Artis atau selebgram biasanya memang berusaha berpenampilan sesempurna mungkin. Namun yang namanya manusia biasa, tentu saja kadang memiliki kekurangan. Terlebih, cara pandang juga sudah pasti berbeda. Namun di dunia maya, banyak warganet yang justru sengaja mencari cela untuk melakukan bullying para artis atau selebgram.

Komentar dengan kata tidak pantas

Masih ingat dengan kasus Sonya Depari? Sonya sempat bikin sensasi karena melawan polisi yang memberinya tilang. Sikapnya yang arogan lengkap dengan mengaku sebagai anak jendral memang kurang terpuji, namun sejak videonya tersebut menyebar di dunia maya, warganet Indonesia langsung menyerang Sonya dengan komentar-komentar tidak pantas.

Mendorong orang lain untuk melakukan bullying

Orang Indonesia kerap mendorong atau mengajak warganet lain melakukan perundungan. Kasus paling anyar terjadi pada Afi Nihaya Faradisa. Sejak aksi plagiatnya terungkap, ribuan komentar pedas sudah memenuhi kolom komentar statusnya.Belum lagi ribuan warganet yang membagikan kembali status Afi, dengan tujuan menunjukkan kalau akun tersebut berulah lagi dan seolah mempersilakan warganet lain untuk berpartisipasi melakukan bully.

Menganggap tindakan bullying di sosial media sebagai hal biasa

Sosial media saat ini dianggap sebagai tempat yang begitu bebas. Sebagian besar netizen merasa jika perdebatan di dunia maya bukanlah masalah yang serius. Toh, nggak ketemu lawan bicara secara langsung. Lama kelamaan, para penggunanya makin terbiasa melakukan perdebatan di dunia maya.

Tak heran jika makin hari makin banyak kasus penindasan melalui komentar. Padahal, menurut Psikolog Katarina Ira Puspita yang tergabung di Kasandra And Associates Psychological Practice, tindakan bullying yang dilakukan di sosial media memiliki dampak yang lebih berbahaya dari bully fisik. Tindakan cyberbully sangat berpotensi membuat korbannya bunuh diri.

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2016 menyebut ada lebih dari 3.500 kasus bullying, dengan 14% di antaranya merupakan kasus cyber bullying. Perundungan di media sosial tersebut tak mengenal usia dan golongan, ini pun jauh lebih berbahaya. Selain cepat menyebar dan diketahui banyak orang, juga dapat memicu permusuhan yang tak melibatkan satu atau dua orang, namun lebih luas lagi yaitu kepada kelompok bahkan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya