SOLOPOS.COM - Sejumlah buruh bersih makam duduk-duduk sambil menunggu peziarah memanfaatkan jasa mereka di TPU Purwoloyo, Solo, Kamis (11/3/2022). (Solopos/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO — Buruh bersih makam di Kota Solo harus gigit jari selama tiga tahun terakhir lantaran sepinya peziarah di makam saat momen Nyadran gara-gara pandemi Covid-19.

Di TPU Purwoloyo, Solo, misalnya. Para buruh bersih makam biasanya berjaga di kawasan makam sejak pukul 08.00 WIB. Jika ramai peziarah, mereka bisa menunggu di pintu masuk makam hingga sore hari.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, genap tiga kali Syaban (sebulan menjelang Ramadan) mereka merasakan adanya penurunan jumlah peziarah yang datang. Hal tersebut dikatakan Tri, salah satu buruh bersih makam TPU Purwoloyo, Solo, saat ditemui Solopos.com, Kamis (10/3/2022).

Baca Juga: Tradisi Nyadran di Solo Tetap Jalan di Tengah Pandemi Covid-19

Tri mengatakan Bulan Sya’ban (Ruwah) seharusnya menjadi waktu ramai-ramainya peziarah datang ke makam. “Ramai [bulan Syaban sebelum pandemi. Sekarang berbeda. Ini kan pandemi,” kata Tri.

Akibat sepinya peziarah, penghasilan para buruh tersebut dari hasil bersih makam juga menurun. Tak ada nilai pasti pendapatan mereka. Tri menjelaskan sebelum pandemi, ia dan kawan-kawan sekelompoknya bisa membantu 10 lebih peziarah dalam sekali kerja.

Berdasarkan pantauan Solopos.com, Kamis (10/3/2022) pukul 09.10 WIB, kelompok buruh bersih makam di kawasan blok 3 TPU Purwoloyo Solo baru mendapat permintaan dari satu peziarah.

Baca Juga: Nyadran, Tradisi Pemersatu Warga di Desa Wadas

Pembatasan Mobilitas Masyarakat

Upah dari peziarah harus dibagi rata dengan buruh kebersihan lain. “Lha ini baru dapat satu orang. Itu saja dibagi [upahnya] rata,” kata Tri.

Buruh bersih makam lainnya di TPU Purwoloyo, Solo, Harno, mengatakan pendapatan dari hasil membersihkan makam selalu dibagi rata. Dalam satu kelompok (blok), ada sekitar 10 buruh.

Proses pembersihan sekitar makam yang dikunjungi peziarah biasanya membutuhkan waktu 15-30 menit. “Ada yang ngasih Rp20.000 ya dibagi sekelompok, ada yang ngasih Rp500.000 ya dibagi,” kata Harno, Kamis.

Baca Juga: Melestarikan Nyadran dan Padusan

Harno menilai sepinya peziarah disebabkan adanya pembatasan mobilitas masyarakat. Peziarah yang biasanya berasal dari luar Solo sangat mungkin tidak bisa nyekar seperti biasanya. Sebab, masyarakat mempunyai tradisi ziarah dan nyekar saat menjelang Bulan Puasa dan Idulfitri.

“Keluarga [peziarah] yang jauh-jauh kan bisa saja enggak mudik. Jadi ya wajar kalau sepi,” katanya kepada Solopos.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya