SOLOPOS.COM - Pedagang bakso keliling asal Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, Mijo Budiharjo (bertopi), melayani pembeli bakso di Lingkungan Kajen, Kelurahan Giripurwo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Senin (8/8/2022). (Solopos.com/Luthfi Shobri M)

Solopos.com, WONOGIRI — Mijo Budiharjo, 72, warga Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri mengaku telah berjualan bakso keliling sejak 27 tahun terakhir. Selama bekerja sebagai pedagang bakso keliling, Mbah Mijo mengaku tak pernah khawatir tak memperoleh jatah elpiji 3 kg karena dirinya memilih arang saat memanaskan kuah dan baksonya.

Mbah Mijo memiliki alasan tersendiri kenapa kenapa lebih memilih arang dibandingkan elpiji 3 kg. Pertama, ia membawa seluruh dagangannya dengan cara dipikul. Jika menggunakan gas elpiji 3 kg, ia khawatir hal itu hanya akan membikin berat pikulannya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Beratnya pas penuh kan 3 kg. Kalau ditotal sama berat tabungnya sekitar 6 kg. Jadi ya tambah berat,” kata Mbah Mijo saat ditemui Solopos.com, Senin (8/8/2022).

Bertahun-tahun ia memikul dagangannya dari Ngadirojo dengan berjalan kaki ke pemberhentian terakhirnya di Terminal Tipe C Wonogiri. Di tengah perjalanan itu, kadang ia berhenti di sejumlah lokasi yang berpotensi didatangi pembeli.

Ekspedisi Mudik 2024

Hal itu bisa di pinggir jalan raya atau di perkampungan warga. Ia telah memetakan tempat pemberhentian itu sejak bertahun-tahun.

Baca Juga: Ini Kuliner Enak di Dekat Stasiun Wonogiri

Sejak bertahun-tahun pula, Mbah Mijo bertahan menggunakan arang sebagai saat memanasi panci berisi kuah dan bakso dagangannya.

“Rasanya berbeda antara menggunakan elpiji dan arang. Lebih enak pakai arang [jadi alasan kedua lebih memilih arang daripada elpiji]. Setiap hari saya membawa 1,5 kg-2 kg arang, habis modal sekitar Rp4.000 dan awet sampai sore,” imbuhnya.

Harga seporsi bakso Mbah Mijo senilai Rp10.000. Setiap harinya, ia menyiapkan 60 porsi untuk dijual.

Dari total omzet Rp600.000 per hari, ia mengambil keuntungan Rp100.000-150.000. Itu belum dihitung tenaganya yang berjalan kaki dan memikul dagangannya.

Baca Juga: Bakso Titoti Wonogiri Terdampak Harga Tinggi Gas Elpiji, Rugi Besar?

Meski dinilai awet dan kualitas rasanya lebih enak, ia mengaku menggunakan arang lebih boros daripada menggunakan gas.

“Kalau pedagang pangkalan menggunakan arang modalnya enggak terkejar. Makanya mereka kebanyakan memakai elpiji,” tuturnya.

Pilihan Mbah Mijo tetap menggunakan arang untuk memanasi bakso juga dilatarbelakangi mudahnya menemukan penjual arang.

Ia bisa membeli arang di Pasar Wonogiri karena. Di samping itu, ia juga bisa membuat arang sendiri di lahan dekat rumahnya.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Rumah Makan dengan Pemandangan ke Arah WGM Wonogiri

“Di Wonogiri ini kan masih banyak hutannya. Kayu-kayu dari pohon di hutan itu saya manfaatkan membikin arang. Kalau enggak sempat [membikin arang sendiri], saya membeli di pasar,” katanya.

Pilihan memasak menggunakan arang atau kayu tak hanya dilakukan Mbah Mijo. Menurutnya, restoran atau warung yang menjajakan nasi di Wonogiri tak sedikit yang masih memanfaatkan arang. Memasak nasi menggunakan arang dinilai lebih cepat dan lebih enak.

Salah seorang warga Desa Pokoh Kidul, Kecamatan Wonogiri, Tuwin, mengaku hasil masakan yang dimasak menggunakan arang lebih segar. Ia membandingkannya sendiri karena selain menggunakan arang, ia juga memiliki elpiji di rumahnya.

“Hasil masakan yang dimasak menggunakan arang memang lebih segar,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya