SOLOPOS.COM - Ilustrasi macet. (Agoes Rudianto/JIBI/SOLOPOS)

Kendaraan bermotor terjebak kemacetan di kawasan Palur, dari arah Solo menuju Karanganyar, Rabu (7/3/2013) sore. (Agoes Rudianto/JIBI/SOLOPOS)

SOLO—Pemkot Solo dinilai perlu menelurkan kebijakan khusus untuk mengantisipasi kemacetan total lalu lintas di 2016.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Penambahan transportasi massal seperti Batik Solo Trans (BST) dianggap belum cukup mengurai kemacetan. Hal itu dilontarkan pengamat transportasi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Muslich Hartadi Sutanto.

“Kalau tidak ada kebijakan khusus, kemacetan di Solo tidak akan bisa dihindari,” ujarnya kepada wartawan, Senin (11/3/2013).

Muslich mengatakan kebijakan membenahi transportasi massal bukanlah solusi komprehensif mengurai kemacetan. Pasalnya, selama ini masyarakat sudah telanjur nyaman dengan transportasi pribadi seperti sepeda motor. Efisiensi dan aksesibilitas kendaraan pribadi disebut lebih menguntungkan dibanding kendaraan umum.

Muslich Hartadi Sutanto (Dok/JIBI/SOLOPOS)

“Rata-rata angkutan umum dalam kota di Indonesia tidak berkutik dengan keberadaan sepeda motor. Tanpa kebijakan khusus sulit mengharapkan warga beralih ke transportasi massal.”

Dia mengakui belum ada kebijakan di suatu daerah yang mampu mengarahkan warga agar menggunakan transportasi umum. Dirinya menawarkan solusi alternatif yakni pemberian subsidi untuk angkutan umum. Subsidi, menurutnya, sangat penting untuk menekan tarif transportasi massal.

“Sejauh ini, langkah itu paling logis dilakukan di samping pembenahan standar minimum pelayanan angkutan.”

Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Budi Suharto, menyebut problem kemacetan di Solo bagai lingkaran setan. Hingga kini, pihaknya masih kesulitan mencari celah untuk menyelamatkan Solo dari kemacetan. “Tingkat kemacetan di Solo semakin akut. Produktivitas kota bisa turun,” ujarnya saat ditemui di Balaikota.

Sekda mengakui sejumlah kebijakan transportasi yang ada belum mampu menjawab problem kemacetan kota. Minimnya okupansi BST, menurutnya, menjadi salah satu tolok ukur hal tersebut. Penambahan dua koridor BST tahun ini akan dimanfaatkan untuk memperbaiki pelayanan angkutan. “Dari sisi rute, waktu dan tarif akan dikaji ulang.”

Meski demikian, Sekda mengakui pembenahan BST belum menjamin warga beralih dari kendaraan pribadi. Dia beralasan mindset warga tentang transportasi sulit diubah. Ia pun merujuk imbauan kepada siswa di bawah 17 tahun untuk tidak mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah yang masih mandul.

“Banyak penolakan dari orangtua murid. Alasannya mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk nyangoni anaknya.”

Budi menyebut salah satu opsi yang bisa ditempuh dalam jangka pendek adalah merekayasa lalu lintas. Budi mengatakan Dishubkominfo sedang mengkaji penambahan jalan searah [one way] untuk mengurai kemacetan di sejumlah titik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya