SOLOPOS.COM - Pedagang pasar memasang MMT ajakan berbelanja ke Pasar Harjodaksino karena sudah terbebas dari Covid-19 di pintu utama Pasar Harjodaksino, Kelurahan Danukusuman, Kecamatan Serengan, Solo, Senin (27/7/2020). (Solopos/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO — Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berjalan selama lebih dari dua tahun. Selama itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menerbitkan aturan pengendalian virus SARS CoV-2 reguler dengan poin yang terus berganti-ganti, setiap dua pekan hingga sebulan sekali.

Utamanya menyasar jam buka-tutup fasilitas umum, aturan pembelajaran tatap muka (PTM) siswa sekolah, dan sebagainya. Sayangnya, sosialisasi aturan tersebut kadang tak sampai ke seluruh lapisan masyarakat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan catatan Solopos.com, aturan pengendalian Covid-19 di Kota Solo bermula pada 13 Maret 2020. Wali Kota Solo saat itu, FX Hadi Rudyatmo, menindaklanjuti temuan kasus warga meninggal dunia akibat virus Corona kali pertama. Sesudahnya, seluruh kegiatan di Kota Bengawan dibatasi.

Di antaranya, penutupan sekolah, sarana olahraga, penghentian pertunjukan seni, penutupan destinasi wisata, dan penundaan kegiatan kota, sebagainya. Aturan itu kemudian berkembang dengan penambahan atau pengurangan sejumlah poin, menyesuaikan kondisi di lapangan.

Sekitar Juli hingga Desember 2020, Pemkot menerbitkan aturan penutupan pasar selama minimal satu pekan, saat ada temuan kasus Covid-19. Pasar Harjodaksino dan Pasar Gede adalah dua di antara pasar yang sempat ditutup selama periode itu.

Baca juga: Lurah Pasar Harjodaksino Solo Menangis Saat Umumkan Penutupan Diperpanjang

Keputusan penutupan kedua pasar itu terkesan mendadak, lantaran sebelumnya tak ada wacana penutupan. Pemkot melarang pedagang kios, los maupun oprokan melakukan aktivitas jual-beli selama berlangsungnya penutupan. 

Penutupan di Pasar Gede berlangsung pada awal Desember 2020. Selain pedagang yang terdampak, seluruh pendukung operasional salah satu pasar utama di Solo itu juga ikut mati. Di antaranya, pengayuh becak, pedagang kaki lima, buruh gendong, dan sebagainya. 

Saat ditutup, banyak pedagang yang kecele. Karena saat itu yang ditutup hanya Pasar Gede sisi timur, sebagian pedagang oprokan pindah ke sisi barat. Jumlah pedagang di Pasar Gede Timur mencapai 1.467 orang, sedangkan di Pasar Gede Barat sekitar seratusan. Jumlah pedagang oprokan mencapai 200an. 

Salah seorang pedagang sayuran segar di Pasar Gede, Paulina Febriani Wibowo, mengaku harus menanggung kerugian saat penutupan Pasar Gede diumumkan tepat satu hari sebelumnya. Ia mendapatkan informasi penutupan dari surat tertulis yang diedarkan ke seluruh pedagang pasar. Surat tersebut juga beredar di layanan perpesanan Whatsapp.

Baca Juga: Penutupan Jalan Pasar Gede Solo sampai 16 Februari, Ini Kata Warga

“Sayur segar tersebut disuplai dari petani-petani di lereng Gunung Lawu, Merapi, dan Merbabu. Tapi untungnya, kami belum sempat kulakan banyak untuk jualan pas hari penutupan. Kami mengalami kerugian sisa sayuran yang tahan lebih lama, tapi tidak bisa dijual lagi,” kata dia, Senin (6/6/2022).

pasar gede solo tutup
Petugas keamanan berpatroli untuk memastikan keamanan barang dagangan milik pedagang saat Pasar Gede, Solo, tutup sementara, Selasa (1/12/2020). (Solopos/Nicolous Irawan)

Paulina menyebut hal yang kurang lebih sama terjadi pada pedagang lain. Bagi mereka yang sudah terlanjur kulakan akan menawarkan dagangannya kepada pelanggan tetap, atau melayani pesanan daring. “Saat pasar tutup, pasokan sayur tetap datang, tapi kami atur jumlahnya karena hanya untuk melayani pelanggan tetap,” ucap Paulina.

Sedangkan, penutupan di Pasar Harjodaksino berlangsung dua kali, pada Juli dan Oktober 2020. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pasamuan Pedagang Pasar Tradisional Surakarta (Papatsuta), Wiharto, mengatakan saat hari pertama penutupan, banyak pedagang yang tidak mengetahui informasi itu, sehingga kecele. Utamanya, pedagang asal luar Solo yang sudah terlanjur kulakan.

Dampaknya, mereka berjualan di pinggir jalan, sekitar satu kilometer dari Pasar Harjodaksino yang mengakibatkan kemacetan jalan pada saat itu.

“Dua kali penutupan, dua kali juga pedagang banyak yang tidak mengetahui informasi tersebut. Pasar Harjodaksino menampung 1.400an pedagang kios, los, oprokan, dan pelataran, dengan 70% pedagang perempuan dan tak sedikit yang sudah berusia lanjut,” kata dia, berbincang dengan Solopos.com, Senin (16/5/2022).

Baca juga: Libur Waisak Pasar Gede Solo Ramai Pengunjung, Begini Suasananya

Wiharto yang juga pedagang di Pasar Gede itu menyebut pengumuman penutupan pasar sudah dilakukan sehari sebelumnya lewat pengeras suara dan lurah pasar yang keliling. Informasi juga disebar lewat aplikasi perpesanan, namun masih kurang maksimal karena banyak pedagang yang tak memiliki ponsel. 

“Ada juga yang jualannya hanya dua hari sekali, sehingga mungkin saat pengumuman disampaikan, mereka tidak tahu. Pasar dadakan di Tanjunganom [area dekat Pasar Harjodaksino] bahkan berlangsung sampai hari penutupan ketiga,” tuturnya.

Regulasi tersebut akhirnya dicabut setelah berlaku kurang lebih enam bulan, seiring melandainya kasus Covid-19. Apabila ada temuan kasus, pasar tak ditutup sepenuhnya, namun hanya kios atau los yang menjadi kontak dekat dan kontak erat pedagang yang terpapar Covid-19.

Kendati begitu, aturan baru muncul saat kasus Corona di Indonesia, termasuk Solo, tengah meninggi pada pertengahan 2021. Pemkot menutup 15 pasar tradisional nonesensial atau di luar kebutuhan pokok dan kawasan Sentra Distrik Bisnis (CBD) selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat selama 25 hari, yakni 5-31 Juli 2021.

Jumlah pedagang [kios, los, oprokan] belasan pasar non esensial yang terdampak mencapai 21.000an dan 1.700an pedagang kaki lima (PKL).

pasar gede solo tutup
Deretan kios di Pasar Gede Solo tutup pada Selasa (1/12/2020). (Solopos/Nicolous Irawan)

Pasar yang ditutup tersebut adalah Pasar Kabangan, Pasar Singosaren Pusat HP, Pasar Notoharjo, Pasar Klewer, Pasar Cinderamata, Pasar Panggungrejo, Pasar Triwindu. Kemudian, Pasar Ngarsopuro, Pasar Ngudi Rejeki, Pasar Bambu, Pasar Elpabes, Pasar Mebel, Pasar Ledoksari, serta Pasar Burung dan Ikan Hias Depok.

Ketua Bolo Pasar Solo yang juga Ketua Paguyuban Pasar Burung dan Ikan Hias Depok, Suwarjono, mengatakan, kala itu, sejumlah pedagang pasar tradisional non esensial terpaksa menjual perabotan pribadi guna menyambung hidup. Selain itu, para pedagang burung dan ikan juga harus mengikhlaskan sebagian dagangannya mati karena tidak sempat dirawat saat pasar ditutup.

Saat ini, aktivitas pasar mulai bergeliat kembali meski belum sepenuhnya pulih. Ia mengakui gonta-ganti kebijakan yang dilakukan Pemkot sangat berdampak pada pedagang.

“Saat ditutup penuh itu ‘kan kami sempat minta agar boleh dibuka sebentar agar kami ada pemasukan, tapi enggak boleh. Sampai akhirnya boleh dibuka dengan pembatasan. Bisa dibilang sampai saat ini kondisi kami belum benar-benar pulih, tapi masih mending dibandingkan saat kasus naik-naiknya dulu,” tuturnya, Rabu (25/5/2022).

Baca juga: Kirab Gerobak Tandai Dibukanya Pusat Wedangan di Pasar Depok Solo

Hal senada disampaikan Ketua Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK), Tavip Harjono, yang mengakui dampak perubahan aturan pengendalian Covid-19 di Kota Solo. Salah satunya saat pasar boleh buka, namun mensyaratkan penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk keluar masuk pasar.

Tavip menyebut masih banyak pedagang maupun pelaku kegiatan di Pasar Klewer yang belum melek teknologi. Mereka yang belum melek teknologi didominasi oleh kalangan lanjut usia dan buruh.

“Banyak pedagang yang sudah sepuh itu enggak punya ponsel Android, belum lagi yang tidak mampu (beli ponsel). Begitu pula dari kalangan pembeli,” kata dia. Akhirnya, aturan tersebut dipermudah dengan hanya menunjukkan kartu vaksin saat keluar-masuk pasar.

Salah seorang pedagang, Harti, 65, menjajakan kerak nasi dan rempeyek buatan tangannya sendiri dengan berkeliling Pasar Klewer. Perempuan asal Baki, Sukoharjo itu menaruh tumpukan dagangannya di tenggok dan menggendongnya berkeliling. Dia tak punya ponsel, tidak mengetahui aplikasi Peduli Lindungi, maupun aturan baru yang berlaku sejak Oktober 2021.

pengunjung pasar depok solo tradisional
Aktivitas perdagangan di Pasar Burung dan Ikan Hias Depok, Solo, masih sepi, Minggu (1/8/2021). (Solopos/Nicolous Irawan)

“Saya berjualan di Pasar Klewer sejak berumur 15 tahun. Orangtua tidak menyekolahkan saya, tidak diajari baca tulis. Setiap hari berangkat diantar jemput suami,” kata dia.

Ia mengaku tak perlu menggunakan ponsel untuk menghubungi suaminya. Waktu menjemput dari pasar, selalu sama setiap harinya. “Enggak punya hp (handphone). Enggak ngerti [aplikasi PeduliLindungi], ya kalau tidak boleh masuk pasar, saya memilih tidak jualan,” imbuh dia.



Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Ahyani, menyebut regulasi penanganan Covid-19 yang diterbitkan rutin setiap dua pekan hingga sebulan sekali disusun setelah rapat koordinasi yang mengundang berbagai pihak. Meliputi, TNI/Polri, organisasi perangkat daerah (OPD), tenaga kesehatan, pakar epidemiologi, dan sebagainya.

“Rapat tersebut yang menjadi dasar penerbitan regulasi yang baru. Misalnya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan saran agar pembelajaran tatap muka (PTM) tidak dilakukan dulu, ya, kami tampung kemudian kami susun di regulasi. Begitu pula aturan penutupan pasar saat ada pedagang terpapar Covid-19, merupakan masukan dari berbagai pihak,” kata dia, dihubungi Rabu (25/5/2022).

Baca juga: Termasuk Pasar Klewer, 15 Pasar Non Esensial di Solo Ini Harus Tutup Selama PPKM Darurat

Ahyani mengatakan setelah regulasi ditandatangani dalam bentuk Surat Edaran (SE) Walikota, pihaknya menyampaikan poin-poin itu ke website dan media sosial resmi milik Pemkot serta media massa. Selain itu, aplikasi perpesanan yang diharapkan sampai kepada masyarakat. 

“Kalau ada pedagang pasar yang sampai tidak tahu, mungkin tidak punya ponsel. Tapi semestinya dari OPD atau lurah pasar sudah sosialisasi. Kalau sampai nekat jualan padahal sudah ada sosialisasi, pedagang artinya tidak mau tahu atau nekat,” tuturnya.

Ketua Pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 Solo itu berupaya agar setiap kebijakan tak membikin panik masyarakat, namun lebih waspada. Informasi yang disampaikan lewat saluran resmi milik Pemkot diharapkan lebih dipercaya.

“Kami juga berupaya setransparan mungkin, karena selalu kami unggah di website dan media sosial, setiap perkembangan kasusnya. Kami juga membuka layanan aduan di Ulas atau langsung berkomentar ke media sosial milik Pemkot atau walikota,” ucap Ahyani.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya