SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena dikhawatirkan berdampak turunnya dan bahkan jatuhnya daya beli masyarakat.

Untuk menyampaikan penolakannya, KSPI akan melakukan aksi 150.000 buruh di 10 provinsi pada 2 Oktober 2019. Di Jabodetabek, aksi akan dipusatkan di DPR RI. Aksi lain akan digelar di Bandung, Semarang, Surabaya, Lampung, Medan, Batam, Banjarmasin, Gorontalao, dan lainnya.

Promosi Peringati Hari Raya Nyepi, BRI Peduli Bagikan 1.000 Paket Sembako di Bali

Presiden KSPI Said Iqbal melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (4/9/2019) menyebutkan untuk peserta kelas III rencananya naik dari 25.000 menjadi 42.000. Jika dalam satu keluarga terdiri dari suami, istri, dan tiga orang anak (satu keluarga terdiri dari 5 orang) maka dalam sebulan harus membayar Rp210.000.

Ekspedisi Mudik 2024

“Bagi warga Jakarta dengan standar upah minimum Rp3,9 juta, mungkin tidak memberatkan,” kata Said Iqbal. “Walaupun mereka juga belum tentu setuju dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan,” kata dia sebagaimana dilansir Antara.

Tetapi bandingkan dengan kabupaten/kota yang upah minimumnya di bawah Rp2 juta, mereka pasti akan kesulitan untuk membayar iuran tersebut. Misalnya masyarakat di daerah seperti Ciamis, Tasikmalaya, Jogjakarta, Sragen.

“Bagi daerah yang upah minimumnya di kisaran Rp1,5 juta, kekuarga yang terdiri dari 5 anggota keluarga harus mengeluarkan biaya sebesar 210.000 atau hampir 20 persen dari pendapatan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan,” kata Iqbal.

Hal itu, tegas Iqbal, akan sangat memberatkan. Apalagi itu adalah uang yang hilang. Dalam artian mau dipakai atau tidak, uangnya tidak bisa diambil kembali.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan membuat daya beli masyarakat jatuh. Apalagi tingkat upah minimum tiap-tiap daerah berbeda.

“Satu hal yang harus disadari, setiap tahun iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan buruh selalu ada kenaikan,” katanya.

Dijelaskan Iqbal, iuran BPJS Kesehatan dari buruh besarnya lima persen dari upah. Di mana empat persen dibayarkan pengusaha dan satu persen dibayarkan buruh. Ketika setiap tahun upah mengalami kenaikan, setiap tahun iuran BPJS juga mengalami kenaikan.

“Jangan dipikir setiap tahun tidak ada kenaikan,” tegasnya.

Menurut Iqbal, BPJS Kesehatan adalah asuransi sosial yang dikelola oleh negara. Oleh karena itu, asuransi sosial asing tidak boleh ikut campur dalam mengelola BPJS Kesehatan, karena melanggar konstitusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya