SOLOPOS.COM - Ilustrasi ibu hamil (Dailymail.co.uk)

Madiunpos.com, PONOROGO — Dua ibu di Kabupaten Ponorogo meninggal dunia sesaat setelah proses persalinan. Keduanya meninggal dunia karena terlambat dirujuk di rumah sakit.

Dua kasus kematian ibu melahirkan ini menambah daftar angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Ponorogo. Sampai pertengahan September 2019, AKI di Kabupaten Ponorogo sudah mencapai sembilan orang termasuk dua kasus baru itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Ponorogo, Lis Suwarni, mengatakan dua ibu yang meninggal dunia setelah melahirkan itu terjadi pada akhir Agustus 2019 lalu.

Satu ibu melahirkan merupakan warga Desa Ngrupit, Kecamatan Jenangan dan satu ibu lainnya merupakan warga Desa Wates, Kecamatan Slahung.

Ekspedisi Mudik 2024

“Dua ibu yang meninggal dunia itu waktunya berdekatan. Ibu dari Desa Ngrupit meninggal dunia pada 30 Agustus sedangkan ibu dari Slahung meninggal 31 Agustus 2019,” kata Lis saat dihubungi Madiunpos.com, Selasa (17/9/2019).

Dia menuturkan dengan adanya dua kasus itu, berarti pada 2019 hingga pertengahan September sudah ada sembilan ibu yang meninggal saat melahirkan.

Lis mengatakan dua ibu yang meninggal dunia itu kehamilannya sama-sama berisiko tinggi dan seharusnya ditangani dokter di rumah sakit. Ibu asal Desa Ngrupit, Jenangan, Dwi Mulyani, sempat ditangani petugas di Puskesmas Jenangan saat hendak melahirkan.

Dwi langsung dirujuk ke rumah sakit karena kehamilannya berisiko tinggi. Namun, keluarga malah membawa Dwi Mulyani ke bidan desa dan bidan desa yang dituju tidak ada di tempat praktik. Selanjutnya, keluarga membawanya ke bidan desa kedua.

Saat ditangani bidan desa ini, kata Lis, ternyata kondisi Dwi Mulyani bukaannya sudah lengkap. Bidan desa tersebut pun langsung menangani karena memang bukaannya sudah lengkap.

“Jadi ibu melahirkan di Ngrupit ini prosesnya terlalu panjang. Dari Puskesmas, dirujuk ke rumah sakit. Tapi malah mampir ke bidan. Bidan satu tidak ada, pindah ke bidan satunya lagi. Di situ baru ditangani. Kan prosesnya terlalu panjang,” kata dia.

Setelah ditangani bidan desa itu bayinya berhasil diselamatkan. Namun plasenta atau ari-arinya tidak bisa dikeluarkan. Akhirnya Dwi dirujuk ke rumah sakit. Namun, nyawa Dwi tidak berhasil diselamatkan.

Sementara ibu satunya asal Desa Wates, Kecamatan Slahung, meninggal sesaat setelah proses persalinan di bidan desa. Anaknya berhasil diselamatkan, tetapi ibu bayi tidak bisa diselamatkan.

Lis menyampaikan ibu ini sebenarnya sudah merencanakan persalinan di rumah sakit. Tapi persalinannya ternyata lebih cepat dari tanggal perkiraan. Kondisinya pun sudah kejang-kejang hingga akhirnya keluarga membawanya ke bidan desa.

Bidan desa yang tidak tahu kehamilan si ibu berisiko tinggi langsung menangani karena kondisi si ibu sudah kejang-kejang. Saat diperiksa ternyata bukaannya sudah lengkap dan proses persalinan pun berjalan lancar. Setelah bayi lahir, ari-ari jabang bayi dikeluarkan.

Usai melahirkan, kondisi si ibu drop dan semakin lemas hingga akhirnya nyawanya melayang. “Orang mau melahirkan itu kan tidak boleh kejang. Kalau kondisi seperti ini seharusnya dibawa ke Puskesmas supaya dilakukan stabilisasi sebelum dirujuk ke rumah sakit,” jelas dia.

Dia berharap ibu hamil berisiko tinggi konsultasi ke Puskesmas untuk mengetahui kondisi tubuh dan bayinya. Saat mendekati persalinan, lebih baik melakukan perawatan di rumah sakit.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya