SOLOPOS.COM - Warga Dukuh Sruni, Desa Sruni, Asriyah, menunjukkan tangki pembuatan biogas dari limbah kotoran sapi di halaman rumahnya, belum lama ini. (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Warga Desa Sruni, Musuk, Boyolali, menggunakan biogas dari kotoran sapi.

Solopos.com, BOYOLALI — Sedikitnya 107 rumah tangga di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, telah memanfaatkan biogas dari limbah kotoran sapi untuk bahan bakar kompor di dapur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saat ini, biogas itu dimanfaatkan untuk memasak di dapur sebagai pengganti elpiji. Namun, ke depan biogas akan dikembangkan sebagai sumber energi listrik.

Ketua Kelompok Tani Agni Mandiri Desa Sruni, Setyo, mengatakan pemanfaatan potensi limbah ternak sapi menjadi energi alternatif telah membawa desa di sisi timur Gunung Merapi itu menjadi juara I dalam Lomba Desa Mandiri Energi tingkat provinsi.

“Kotoran sapi atau lethong selama ini hanya dipakai sebagai pupuk. Namun, di desa kami, kotoran sapi dimanfaatkan lebih dari itu, sebagai sumber energi, bisa menggantikan elpiji dan kayu bakar,” kata Setyo kepada Solopos.com, akhir pekan lalu.

Baik kotoran sapi perah maupun sapi potong sama-sama bisa dimanfaatkan untuk diolah menjadi bahan bakar. Untuk membuat biogas, kata dia, juga tidak perlu jumlah ternak yang banyak.

“Kotoran satu ekor sapi pun bisa diolah jadi biogas. Tinggal menyesuaikan ukuran tangkinya.”

Namun, bahan bakar yang dihasilkan tentu tidak maksimal jika hanya dari satu sapi. “Saya hanya punya satu ekor sapi. Jadi bahan bakar yang dihasilkan dari biogas sangat sedikit, kalau buat memasak masih bisa tapi cepat habis. Kalau untuk kebutuhan ideal memasak sehari-hari paling tidak kotoran harus punya tiga ekor sapi,” ujar warga Dukuh Sruni, Desa Sruni, Asriyah.

Setyo menambahkan hampir semua anggota kelompok tani memanfaatkan biogas sehingga tidak perlu lagi membeli elpiji. “Ya, cukup gas dari kandang sapi.”

Uang yang biasanya untuk membeli elpiji sekarang ditabung melalui kelompok. Dana tabungan yang terkumpul kemudian disimpan di bank. Sistem ini sudah berjalan tiga bulan.

“Misalnya satu keluarga rata-rata butuh elpiji tiga hingga empat tabung per bulan, uang untuk kebutuhan itu ditabung melalui kelompok. Hasilnya lumayan, baru berjalan tiga bulan dana tabungan sudah terkumpul sekitar Rp5 juta,” ujar Setyo.

Berdasarkan kesepakatan warga, dana tabungan itu dicairkan menjelang Lebaran.
Terkait rencana pengembangan biogas untuk energi listrik, Kelompok Tani Agni Mandiri masih mempelajari proses dan caranya. Mereka belajar dari pemanfaatan biogas untuk energi listrik di Getasan, Semarang.

“Mesin genset bisa pakai bahan bakar biogas. Lampu petromaks yang biasanya pakai bahan bakar spirtus bisa diganti pakai biogas. Jadi masyarakat punya solusi saat ada pemadaman listrik,” kata Setyo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya