SOLOPOS.COM - Farid Achmadi, Anggota Staf Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karanganyar. (FOTO/Istimewa)

Farid Achmadi, Anggota Staf Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karanganyar. (FOTO/Istimewa)

Fenomena jalan rusak hampir selalu menjadi menu harian pemberitaan di media massa. Jika dicermati, setiap hari selalu saja ada berita tentang jalan berlubang, aspal mengelupas/bergelombang dan semacamnya. Masyarakat sepertinya tidak pernah bosan untuk menyampaikan keluhan tersebut dengan berbagai cara, mulai dari mengirim SMS ke media massa, hingga cara-cara ekstrem, seperti melakukan aksi-aksi demonstrasi dengan tujuan mendapatkan perhatian pemerintah.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Membicarakan jalan rusak memang tidak ada habisnya, sehingga wajar kalau masyarakat banyak yang mengeluhkan. Berkendara menjadi tidak nyaman, terancam risiko celaka akibat menghindari lubang jalan, suku cadang kendaraan cepat rusak, sampai kerugian waktu dan biaya karena kecepatan berkendara berkurang gara-gara menghindari jalan rusak.

Jalan memang menjadi infrastruktur utama agar masyarakat bisa mengakses dari satu tempat ke tempat lain. Pertumbuhan ekonomi yang kian meningkat mendorong tingkat mobilitas masyarakat di suatu wilayah dan antarwilayah. Mereka menuntut terpenuhinya sarana dan prasarana transportasi yang layak untuk mendukung pergerakan.

Prasarana jalan juga kerap menjadi kambing hitam buruknya penanganan infrastruktur  jika dikaitkan dengan iklim usaha dan investasi. Investor pasti akan enggan jika akses ke tempat usaha mereka tidak diperhatikan. Di sisi lain, jumlah penduduk terus bertambah dan kepemilikan kendaraan juga meningkat tajam seiring pertumbuhan ekonomi.

Menambah jaringan jalan untuk saat ini jelas sesuatu yang mustahil. Melebarkannya saja susah. Menekan jumlah penduduk juga bukan perkara gampang. Membatasi kepemilikan kendaraan juga sulit. Padahal sesuai karakteristiknya, jaringan jalan akan cenderung mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan perkerasan jalan.

Untuk memperlambat kecepatan penurunan kondisi jalan dan mempertahankan kondisi jalan pada tingkat yang layak, jaringan jalan yang ada perlu dipelihara dengan baik agar jalan tersebut tetap dapat berfungsi sepanjang waktu. Akan tetapi, upaya memelihara atau rehabilitasi jalan bukanlah pekerjaan yang gampang karena pekerjaan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Kondisi makin sulit bagi pemerintah daerah dengan kondisi keuangan yang sangat terbatas dan menggantungkan suplai anggaran dari pemerintah pusat. Di tengah tingginya beban keuangan daerah yang mayoritas tersedot di sektor belanja rutin pegawai, perbaikan jalan tentu menjadi prioritas kesekian dan lebih diutamakan ke sektor lain, seperti kesehatan dan pendidikan yang dianggap langsung menyentuh kepentingan masyarakat.

Dampaknya, jalan rusak semakin bertambah karena biaya perbaikan/pemeliharaan yang dianggarkan sangat tidak ideal (sebanding) dengan total panjang jalan yang harus ditangani. Akibat minimnya anggaran tersebut langkah perbaikan yang dilakukan menjadi kecil artinya karena tidak mampu mengikuti laju kerusakan yang lebih cepat.

Tahun ini selesai diperbaiki, tahun depan kerusakan malah bertambah. Belum lagi lemahnya pengawasan dan penegakan hukum pembatasan tonase kendaraan pengguna jalan. Dan tudingan pun diarahkan ke otoritas penyelenggara jalan yang dianggap tidak becus dalam menangani kerusakan infrastruktur jalan.

Padahal jika mau direnungkan, pajak dari pengguna jalan yaitu pajak kendaraan bermotor sesungguhnya memberikan kontribusi yang paling besar bagi pendapatan daerah. Kalau mau konsisten, pajak ini seharusnya dikembalikan lagi untuk kegiatan rehabilitasi/perbaikan jalan yang rusak itu karena memang dibayar oleh pengguna jalan. Tapi kenyataannya, perbaikan jalan justru mendapatkan porsi anggaran yang kecil.

Pekan lalu, Komisi V DPR melontarkan wacana agar pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan anggaran khusus minimal 10% dari APBN dan APBD untuk pembangunan infrastruktur jalan (SOLOPOS, 8/5). Langkah ini dilatarbelakangi kondisi infrastruktur jalan di Tanah Air yang tidak memadai dibandingkan tingginya pertumbuhan sarana transportasi. Rencananya usulan itu akan dimasukkan dalam revisi UU No 38/2004 tentang Jalan yang saat ini dibahas pemerintah dan DPR.

 

Regulasi

Pertanyaannya, mungkinkah hal itu direalisasikan? Apakah tidak menimbulkan gejolak dalam penganggarannya? Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.   Pertama, landasan hukum. Jika merujuk pengalaman, yang secara eksplisit memberikan batasan minimal pengalokasikan anggaran adalah sektor pendidikan, yakni 20%. Hal ini telah menjadi amanat konstitusi karena tercantum dalam UUD 1945 Perubahan Keempat pada Pasal 31 ayat (4).

Tapi, untuk infrastruktur jalan, hal itu sama sekali tidak tercantum dalam UUD 1945, sehingga perlu kajian yang mendalam agar memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak menjadi kendala dalam penerapannya di kemudian hari. Kaitannya dengan fasilitas umum, Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 hanya menyatakan: Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Kedua, faktor kesiapan anggaran juga patut menjadi pertimbangan. Bagi daerah yang memiliki pendapatan asli daerah (PAD) tinggi tentu tidak masalah. Tapi, bagi daerah dengan PAD minim dan hanya mengandalkan kucuran dana perimbangan dari pemerintah pusat maka hal itu tentu menjadi beban tersendiri. Di wilayah Soloraya, belanja rutin pegawai rata-rata sudah di atas 50% dari APBD.

Kalau 20%-nya untuk pendidikan, kemudian 10%-nya untuk jalan, bagaimana di sektor lain, seperti pemenuhan kesehatan, perumahan, kependudukan, perhubungan, usaha kecil dan menengah (UKM),dan lain-lain, apakah bakal tidak mendapatkan bagian? Tentu ini menjadi persoalan karena jelas akan mengganggu likuiditas keuangan daerah.

Ketiga, komitmen bersama lembaga legislatif, eksekutif dan masyarakat. Penanganan infrastruktur jalan raya merupakan permasalahan kompleks, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Secara bertahap, harus ada rencana kerja dan komitmen yang jelas mengenai arah pengalokasian anggaran untuk rehabilitasi jalan. Kurangnya perhatian terutama pada anggaran pemeliharaan jalan akan membuat penanganan jalan asal-asalan.

Terlepas dari pro-kontra apakah batasan 10% dana APBN/APBN untuk infrastruktur jalan itu bisa dimasukkan dalam revisi UU No 38/2004 atau tidak, sudah selayaknya pemerintah pusat dan daerah mulai memperhatikan sektor tersebut. Seiring era otonomi daerah di Indonesia, tanggung jawab adminstratif maupun teknis pemeliharaan dan pengelolaan jaringan jalan regional kini beralih ke pemerintah daerah. Peralihan tanggung jawab ini sudah seharusnya diiringi dengan kemampuan daerah dalam melobi pemerintah pusat untuk meraih pos-pos anggaran dana rehabilitasi jalan serta peningkatan kemampuan teknis daerah dalam pengelolaan jalan.

Dalam bidang prasarana jalan raya, Indonesia masih tertinggal dari negara lain. Data yang dilansir World Economic Forum (WEF) pada 2011 menyatakan jalan raya di Indonesia termasuk buruk di Asia. WEF mencatat kondisi infrastruktur jalan raya Indonesia menempati posisi ke-83 dari 142 negara. Posisi Indonesia berada di bawah negara tetangga, seperti Singapura (2), Malaysia (18) dan China (54) (Lakip Ditjen Bina Marga 2011).

Padahal pada 1978, Malaysia belajar dari Indonesia saat pembangunan jalan tol Jagorawi. Tapi, kini kondisi prasarana transportasi mereka malah lebih baik dari negeri kita. Asian Development Bank (ADB) menilai anggaran infrastruktur Indonesia pada 2012 ini masih terlalu kecil, yakni sekitar Rp160 triliun atau hanya 2% dari produksi domestik bruto (PDB) Indonesia yang mencapai Rp8.542 triliun. Menurut ADB, anggaran infrastruktur Indonesia  minimal 5% dari total PDB atau sekitar Rp427 triliun (Bisnis Indonesia, 1/4).

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya