SOLOPOS.COM - Para warga berebut mengangsu air bantuan dari BPBD Sragen di wilayah Kecamatan Tangen, Sragen, baru-baru ini. (Istimewa/BPBD Sragen)

Solopos.com, SRAGEN — Sebanyak 1.556 keluarga di empat kecamatan di Sragen mengalami krisis air bersih sejak sebulan terakhir. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sragen menyuplai bantuan air bersih 2-3 kali dalam sepekan sebagai solusi sementara mengatasi krisis air bersih.

Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Sragen, Danang Hermawan, menyampaikan data dari hasil pengawasan di lapangan menunjukkan ada empat kecamatan yang mengalami dampak kekeringan berupa krisis air bersih. Kecamatan itu yakni Jenar, Miri, Sumberlawang, dan Tangen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dia menerangkan pada musim kemarau basah 2021 ini dampak kekeringan tak sebanyak tahun 2020 lalu yang mencapai tujuh kecamatan. Tahun ini, tiga kecamatan yang tidak mengalami krisis air bersih itu adalah Mondokan, Sukodono, dan Gesi.

Baca Juga: Muhammadiyah Sragen Bangun MA Pertama, Ini Keunggulannya

“Kami memetakan jumlah keluarga dan jiwanya. Dari empat kecamatan yang terdampak krisis air bersih itu ada 1.556 keluarga atau 5.772 jiwa yang menyebar di sembilan desa. Yakni Desa Banyurip (Jenar), Gilirejo Baru (Miri). Kemudia Tlogotirto, Ngargosari, dan Ngargotirto di Sumberlawang. Lantas Desa Dukuh, Galeh, Katelan, dan Jekawal di Kecamatan Tangen,” ujarnya saat ditemui Solopos.com di kantornya, Senin (25/10/2021).

Hingga sekarang bantuan air bersih yang terdistribusi sebanyak 73 tangki dengan kapasitas 5.000 liter per tangki.

Danang menyampaikan bantuan air bersih dikirim oleh beberapa instansi. Mulai dari PMI yang mengirim sebanyak 10 tangki, PDAM sebanyak empat tangki, dan corporate social responsibility (CSR) sebanyak 77 tangki.  Dia menyebut total bantuan air bersih itu sudah mencapai 164 tangki atau 1.077.000 liter.

Baca Juga: Kembangkan RTH di Kampung Ngablak, DLH Sragen Siapkan Bibit Tanaman

“Daerah-daerah yang ada di empat kecamatan itu memang betul-betul daerah yang sulit air bersih. Terutama di Gilirejo Baru yang medannya cukup ngeri. Jalan yang masuk wilayah Boyolali itu remuk benar, sampai satu truk tangki tak bisa operasional setelah kirim air ke sana,” ujarnya.

Teknologi Pemanen Hujan

Danang menerangkan hujan pada masa pancaroba memang belum maksimal. Butuh curah hujan yang tinggi agar sumur-sumur permukaan di empat kecamatan ada airnya. “Empat kecamatan itu terhitung daerah tandus. Ke depan untuk penanganan jangka panjang diperlukan teknologi untuk memanen hujan supaya air tidak habis terbuang ke dalam tanah serta reboisasi. Kuncinya terletak pada edukasi masyarakat,” jelasnya.

Dia mengatakan peran desa sebenarnya cukup strategis lewat dana desa (DD). Dia menerangkan dalam DD itu ada 8% yang bisa digunakan untuk penanganan bencana, termasuk di dalamnya penanganan krisis air bersih. Dia mengakui bila sumur resapan cukup efektif untuk mengatasi krisis air bersih secara jangka panjang.

Baca Juga: Duh, Masih Ada Ponpes di Sragen yang Emoh Ikut Vaksinasi, Ini Alasannya

“Saya ingin warga desa itu ada kemandirian sehingga tidak mengharapkan bantuan pemerintah untuk mengatasi krisis air bersih. Kami mendidik masyarakat untuk mandiri dengan kekuatan dana desa dan kearifan lokal. Bantuan air bersih selama ini hanya bersifat sementara atau darurat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya