Soloraya
Jumat, 23 Maret 2018 - 04:35 WIB

Warga Dibal Boyolali Terdampak KA Bandara Minta Ganti Rugi Tanah Minimal Rp2 Juta/M2

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana sosialisasi pembebasan lahan untuk pembangunan rel kereta bandara di Desa Dibal, Ngemplak, Boyolali, Kamis (22/3/2018). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Warga Dibal, Boyolali, yang terdampak pembangunan rel KA bandara meminta ganti rugi tanah Rp2 juta per meter persegi.

Solopos.com, BOYOLALI — Pembangunan rel kereta dari Stasiun Balapan menuju Bandara Adi Soemarmo mulai memasuki tahap sosialisasi pembebasan lahan warga Desa Dibal, Ngemlak, Boyolali. Sejumlah warga Desa Dibal meminta tanah-tanah mereka yang akan dibebaskan dihargai Rp2 juta/meter persegi.

Advertisement

Salah satu warga Dibal Kidul, Santo, menyampaikan semua warga pemilik lahan terdampak rel kereta bandara setuju dengan program tersebut. Mereka juga dipastikan tak akan menolak jika lahan-lahan mereka dibebaskan untuk kepentingan umum.

“Asal tanah-tanah kami dihargai Rp2 juta/meter persegi saya yakin tak akan ada warga yang keberatan,” ujar Santo disambut tepuk tangan seratusan warga lainnya yang hadir dalam acara sosialisasi pembebasan lahan untuk pembangunan rel Kereta Bandara di Balai Desa Dibal, Ngemplak, Kamis (22/3/2018).

Santo menyebut ada sejumlah hal yang harus diperhatikan panitia pelaksana proyek atas pembangunan rel kereta bandara. Pertama, kata dia, keberadaan rel kereta jangan sampai merugikan warga. Kedua, fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) juga mesti diperhatikan.

Advertisement

Baca juga:

“Dulu, saat pembangunan Tol Soker, banyak infrastuktur petani dan warga rusak dan hilang. Warga marah semua, tapi tak tahu siapa yang bertanggung jawab. Nah, pembangunan rel kereta bandara ini jangan melakukan hal serupa,” jelasnya.

Menanggapi hal ini, Kepala Badan Pertanahan (BPN) Boyolali, Heri S., menjelaskan pihak yang menentukan harga tanah bukanlah BPN, melainkan tim appraisal independen. Tim ini gabungan tenaga profesional dan bersertifikat.

Advertisement

“Mereka ini bekerja secara profesional dan disumpah serta ada sertifikasinya. Mereka tak bisa diintervensi negara atau pengusaha,” jelasnya.

Selain itu, sambung Heri, proses pembebasan dan pemberian kompensasi tanah sudah diatur dalam UU No. 2/ 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam regulasi tersebut, harga tanah diukur melalui kajian dan rumus oleh tim independen.

Hasil penilaian itu selanjutnya menjadi dasar pemerintah dalam memberikan ganti rugi. “Setelah keluar nilai appraisal, tak ada lagi istilahnya tawar menawar harga. Kami tak bisa menawar, misalkan agar uang negara bisa dihemat atau sebaliknya dinaikkan harganya agar uang negara dihabiskan,” sambungnya.

Meski demikian, warga yang keberatan dengan penghitungan oleh tim appraisal bisa mengajukan gugatan keberatan ke Pengadilan Negeri (PN) setempat. Majelis hakim lah yang berhak menentukan apakah keberatan warga diterima atau ditolak. “Kalau keberatan warga diterima akan ada tindak lanjutnya lagi,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif