PKL Jurug ditenggat sampai 1 April 2018 untuk pindah.
Solopos.com, SOLO—Pemkot Solo memberikan tenggat 1 April 2018 bagi pedagang kaki lima (PKL) untuk hengkang dari kawasan Jurug. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengeluarkan surat peringatan (SP) I, Senin (19/3/2018).
Kabid Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP, Agus Siswuryanto, Senin pagi datang tergesa-gesa menuju meja kerjanya di Kantor Satpol PP. Setelah duduk sebentar, dia memerintahkan anak buah menerbitkan SP untuk PKL di sekitar Jl. K.H. Masykur.
“Tidak ada waktu lagi, harus tanggal 1 [April],” katanya.
“Tidak ada waktu lagi, harus tanggal 1 [April],” katanya.
Meski begitu Satpol PP tidak menggunakan kekerasan dalam bertindak. Agus akan memberikan surat peringatan dan sosialisasi terlebih dulu. Sosialisasi akan dilaksanakan 25 Maret 2018.
Sejak awal tahun, Satpol menertibkan ratusan bangunan semipermanen tidak berizin di Jl. Ahmad Yani, Jl. Setiabudi, dan Jl. Veteran.
Apalagi, banyak PKL melanggar aturan kependudukan dengan menjadikan tempat tersebut sebagai rumah tanpa melapor ke pihak pencatatan sipil. (baca juga: PKL SOLO : Dibongkar, PKL Pindah ke Kolong Jembatan Jurug)
Salah satu PKL di sekitar Jurug, Yoyok Sunaryo, saat ditemui Solopos.com Senin siang, terkejut mendengar kabar rencana penggusuran itu. Pada awal 2000-an, Yoyok merintis usaha konfeksi di tanah yang sekarang ramai bangunan semipermanen itu.
“Saya dulu pedagang ketiga, sekarang kios dipakai anak saya,” kata Yoyok.
Yoyok bercerita awalnya hanya terdapat tiga pedagang di Jl K.H. Masykur. Memang tidak ada surat hitam di atas putih dengan Wali Kota saat itu, Slamet Suryanto. Izin dikantongi lewat satgas partai.
Menanggapi SP tersebut, koordinator PKL Maryono mengaku hingga siang belum menerima SP.
“Surat terakhir sudah beberapa pekan lalu, tapi tidak ada surat lanjutan,” kata Maryono.
PKL Jurug justru semakin khawatir karena penertiban ini tak kunjung menemui titik terang. Maryono menilai Satpol PP tidak terbuka dalam memberikan jalan keluar kepada PKL. Padahal yang diminta hanyalah tempat pengganti untuk berdagang.
Sebagai tindak lanjut, Maryono melaporkan kasusnya ini kepada DPRD Kota Solo. Dia juga berharap lewat DPRD dapat dipertemukan dengan pemerintah.
“Pekan ini kabarnya akan ada jadwal pertemuan dengan DPRD, tapi saya belum mendapatkan jadwal pastinya,” kata Maryono.