Jateng
Minggu, 18 Maret 2018 - 13:50 WIB

PILKADA 2018 : LPP PWI Jateng Nilai Perppu Pilkada Belum Dibutuhkan

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua LPP PWI Jateng Zainal Abidin Petir. (JIBI/Solopos/Antara/Kliwantoro)

Pilkada 2018 dinilai LPP PWI Jateng belum membutuhkan Perppu Pilkada.

Semarangpos.com, SEMARANG — Lembaga Pemantau Pemilu (LPP) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah (Jateng) menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah belum perlu karena persyaratan subjektif dan objektif penetapan perppu tidak terpenuhi.

Advertisement

“Persyaratan subjektif ada di dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” kata Ketua LPP PWI Provinsi Jateng Zaenal Abidin Petir menjawab pertanyaan kantor Berita Antara di Kota Semarang, Sabtu (17/3/2018), ketika merespons pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengusulkan agar Pemerintah menerbitkan perppu untuk pilkada. UUD 1945 Pasal 22 ayat (1) berbunyi, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”

Adapun ukuran objektif kegentingan, menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, kata Petir, ada tiga syarat. Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Ketika merespons bahwa munculnya usulan itu terkait dengan permintaan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto kepada KPK untuk menunda pengumuman mengenai calon kepala daerah dalam Pilkada 2018 yang menjadi tersangka kasus korupsi, Petir mengaskan bahwa KPK adalah lembaga independen yang tidak bisa dan tidak boleh diintervensi.

Advertisement

Ia lantas menyebutkan UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 3 UU tersebut menyatakan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. “Apalagi, sekelas Wiranto selaku pembantu presiden. Wong Presiden saja tidak boleh melakukan intervensi kepada KPK,” kata Petir.

Ia menegaskan, “Kalau Wiranto mengotot minta penundaan pengumuman tersangka, berarti telah melakukan obstruction of justice [perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum].”

Menurut dia, siapa pun yang melakukan hal itu terancam hukuman minimal tiga tahun dan maksimal 12 tahun, sebagaimana diatur Pasal 21 UU No. 20/2001 tetang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif