News
Minggu, 18 Maret 2018 - 19:03 WIB

Peserta Pilkada 2018 Jadi Tersangka, KPU Dianggap Terlambat Antisipasi

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri) dan Laode Muhammad Syarif memberikan keterangan kepada media di gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/3/2018). KPK menetapkan Calon Kepala Daerah Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Bobong 2009. (JIBI/Solopos/Antara/Muhammad Adimaja)

Beberapa kasus yang menjadikan calon kepala daerah peserta Pilkada 2018 sebagai tersangka dinilai terlambat diantisipasi KPU.

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arif Budiman berpendapat bahwa mekanisme diskualifikasi terhadap calon kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi adalah yang paling tepat diimplementasikan.

Advertisement

Menurutnya, revisi Peraturan KPU tentang pencalonan dirasakan paling memungkinkan dibandingkan merevisi UU Pilkada maupun menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

“Secara pribadi saya menilai kalau dalam revisi itu ada mekanisme calon yang menjadi tersangka diganti hal itu tidak mendidik. Ke depan orang seenaknya saja bisa maju toh nanti kalau jadi tersangka bisa diganti,” paparnya, Sabtu (18/3/2018).

Karena itu, menurutnya, yang paling baik adalah diaturnya mekanisme diskualifikasi bagi calon yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dengan demikian, partai politik pengusung akan sangat serius melakukan analisis kualitas dan rekam jejak bakal calon sebelum didaftarkan ke KPUD.

Advertisement

Akan tetapi, lanjutnya, agar tidak terjadi upaya kriminalisasi untuk menghambat karier politik seseorang, maka perlu diatur kriteria perkara. Misalnya, hal itu terbatas untuk kasus-kasus tertentu seperti korupsi atau penganiayaan berat bahkan pembunuhan.

Kesadaran untuk menerbitkan regulasi yang menata perihal diskualifikasi calon kepala daerah yang tersangkut kasus hukum tertentu tersebut datangnya terlambat. Pasalnya, kelompok masyarakat sipil pernah mendorong KPU untuk menyusun peraturan semacam ini.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilih dan Demokrasi (Perludem), Fadil Ramadhanil, mengatakan pihaknya pernah mengusulkan kepada KPU untuk menerbitkan aturan tentang mekanisme penggantian atau pendiskualifikasian calon kepala daerah yang menjadi tersangka. Namun, usulan itu tidak ditindaklanjuti KPU.

Advertisement

“Hasilnya, saat ini banyak calon yang menjadi tersangka korupsi tapi tetap diperbolehkan untuk dipilih. Bagaimana mungkin disediakan ruang terhadap orang yang sedang ditahan untuk dipilih dan berpotensi menang,” katanya.

UU Pilkada, kata dia, memang tidak mengatur perihal penggantian bagi calon yang telah ditetapkan menjadi tersangka. Meski demikian, menurutnya KPU berwenang terkait mekanisme pencalonan tersebut misalkan jika seorang calon ditetapkan sebagai tersangka maka dalam tempo tujuh hari harus diganti.

“Tapi jika lebih dari tujuh hari tidak mencari penggantinya maka pasangan tersebut didiskualifikasi dari tahapan kampanye. Tapi dalam aturan itu harus jelas jadi tersangka untuk tindak pidana mana saja. Kalau tidak diatur seperti itu bisa jadi kriminalisasi,” lanjutnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif