Soloraya
Jumat, 16 Maret 2018 - 03:35 WIB

INFRASTRUKTUR SRAGEN : Rekanan Jembatan Barong Gugat Pemkab Rp2,4 Miliar

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jembatan Barong di Desa Pendem, Sumberlawang, Sragen, menjadi akses utama ke Gunung Kemukus. (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Rekanan proyek pembangunan jembatan Barong menggugat Pemkab Sragen. 

Solopos.com, SRAGEN — Pelaksana proyek Jembatan Barong, Sumberlawang, Sragen, PT Bima Agung Semarang, menggugat pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek 2016 itu senilai Rp14,3 miliar.

Advertisement

Gugatan perdata itu dilayangkan PT Bima Agung lewat kuasa hukumnya ke Pengadilan Negeri (PN) Sragen lantaran sisa pekerjaan senilai Rp2,4 miliar belum dibayarkan sampai sekarang.

Gugatan itu dilakukan PT Bima Agung Semarang melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Nurhasanah Latief Solo. Penasihat hukum PT Bima Agung Semarang, Argo Triyunanto Nugroho, mengajukan gugatan perdata ke PN Sragen pada 24 Januari 2018 dengan nomor register 14/Pdt.G/2018/PNSrg.

Advertisement

Gugatan itu dilakukan PT Bima Agung Semarang melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Nurhasanah Latief Solo. Penasihat hukum PT Bima Agung Semarang, Argo Triyunanto Nugroho, mengajukan gugatan perdata ke PN Sragen pada 24 Januari 2018 dengan nomor register 14/Pdt.G/2018/PNSrg.

“Ya, klien saya, PT Bima Agung Semarang, selaku pemborong atau rekanan pemenang lelang sudah menyelesaikan pekerjaan 100%. Hasil pekerjaan itu [Jembatan Barong] pun sudah diserahterimakan dan sudah ada tanda tangan serah terima. Tetapi setelah serah terima pekerjaan ternyata pemberi pekerjaan [Pemkab Sragen] tidak melakukan pembayaran. Yang belum dibayarkan itu senilai Rp2,4 miliar. Atas dasar itulah, klien saya menggugat supaya pekerjaan senilai Rp2,4 miliar itu dibayarkan,” ujar Argo saat dihubungi Solopos.com, Kamis (15/3/2018).

Baca juga:

Advertisement

Dinas PUPR juga tidak sendiri karena ada atasannya, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) dan Bupati. “Jadi yang kami gugat PPK tetapi ada pihak yang turut tergugat, yakni Dinas PUPR, Sekda, Bupati, dan Panitia Penerima hasil pekerjaan. Total ada enam pihak yang tergugat. Kami punya bukti-buktinya,” ujarnya.

Argo mengakui bila PT Bima Agung Semarang belum membayar denda senilai Rp735 juta. Dia menyatakan sisa pekerjaan saja belum dibayar masa disuruh membayar denda. Dia menyatakan pekerjaan dibayar dulu baru kliennya mau membayar denda.

Dia mengungkapkan upaya mediasi sudah dilakukan sebulan lalu namun mediasi itu mengalami deadlock. “Akhirnya tergugat menunjuk pengacara hukum negara. Sidang berikutnya akan dilaksanakan pekan depan,” jelasnya.

Advertisement

Kabag Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Sragen Muh. Yulianto mengakui bila Pemkab digugat oleh PT Bima Agung Semarang. Dia mengatakan dari pihak Pemkab meminta dampingan dari pengacara negara, yakni dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen.

“Gugatan itu dilakukan karena kurang pembayarannya. Detailnya ada di Dinas PUPR,” katanya.

Sekretaris Dinas PUPR Sragen Bambang R. Waskita membenarkan adanya gugatan itu tetapi enggan memberi penjelasan karena wewenangnya ada di Kepala Dinas PUPR Sragen Marija. Sementara Marija saat dihubungi Solopos.com enggan menjawab panggilan teleponnya.

Advertisement

Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sragen Muhamad Sumartono mengakui diminta menjadi kuasa hukum atas gugatan dari pihak rekanan proyek Jembatan Barong Sumberlawang. Untuk materi gugatannya, Sumartono meminta Solopos.com untuk menghubungi Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Sragen, Sri Murni.

Sri Murni menyampaikan proyek itu merupakan proyek 2016 dan ada pekerjaan yang tidak dibayarkan. Dia mengatakan alasan untuk membayar pekerjaan itu diragukan dan ada kecenderungan mengarah pada kerugian negara.

Murni menjelaskan Kejari pernah dimintai pendapat hukum terkait hal itu.
“Menurut penelitian dengan data yang ada, kalau sampai dibayarkan maka ada potensi kerugian negara. Di sisi lain, memang ada denda keterlambatan dari rekanan yang belum dibayarkan juga. Maunya penyedia jasa, pekerjaan itu dibayar dulu kemudian baru denda diberikan. Kami memberi pendapat hukum itu juga mengacu pada LHP BPK [Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan],” ujarnya.

Dia menjelaskan dalam LHP BPK 2017 Itu hanya mencatat ada adendum proyek sampai empak kali. Adendum IV itu, kata dia, mestinya selesai mengerjakannya pada 12 Februari 2017 tetapi pekerjaannya belum selesai.

Sementara rekanan, jelas dia, tetap mengerjakan proyek itu sampai selesai. “Padahal dasar untuk melanjutkan pekerjaan kan belum ada karena adanya kahar itu diragukan. Memang PPK tidak memberitahukan hal itu. Pada saat aanwijzing pun sudah ada yang tanya soal kahar terkait dengan curah hujan tinggi dan tidak ada istilah kahar terkait dengan curah hujan tinggi,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif