Soloraya
Rabu, 14 Maret 2018 - 03:00 WIB

FLYOVER MANAHAN SOLO: Rekayasa Lalu Lintas Bikin Pendapatan Menurun, Penarik Becak Purwosari Pasrah

Redaksi Solopos  /  Farida Trisnaningtyas  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah seorang penarik becak di selatan Stasiun Purwosari, Panut, 60, (kanan) menunggu penumpang, Selasa (13/3/2018). (Ivan Andimuhtarom/JIBI/SOLOPOS)

Pendapatan penarik becak Purwosari turun.

Solopos.com, SOLO—Sutiman, 60, menunggu calon penumpang sambil duduk pada becak yang terparkir di jalur lambat Jl. Slamet Riyadi di depan Stasiun Purwosari, Selasa (13/3/2018) siang. Tak lama, beberapa penumpang kereta api (KA) keluar dari area stasiun.

Advertisement

Lelaki asal Gentan, Baki, Sukoharjo itu menghampiri mereka, berharap ada satu di antaranya yang mau menggunakan jasanya. Namun, tak ada satupun yang mengiyakan tawaran lelaki tua itu. Ia kemudian kembali duduk pada becaknya.

“Sejak kemarin [Senin (12/3)] sepi sekali [penumpangnya]. Pengalihan arus di sekitar sini membuat calon penumpang enggan naik becak,” keluhnya saat berbincang dengan Solopos.com.

Advertisement

“Sejak kemarin [Senin (12/3)] sepi sekali [penumpangnya]. Pengalihan arus di sekitar sini membuat calon penumpang enggan naik becak,” keluhnya saat berbincang dengan Solopos.com.

Ia mengatakan pada Senin ia bertahan di depan stasiun dari pagi sampai sekitar pukul 23.00 WIB sebelum pulang ke rumahnya. Ia masih bersyukur mendapat uang Rp70.000 dari mengantarkan beberapa penumpang. (baca juga: FLYOVER MANAHAN SOLO : Sesuai Prediksi Dishub, Macet Hanya saat Jam Berangkat dan Pulang Sekolah)

Walau begitu, ia merasakan uji coba manajemen rekayasa lalu lintas (MRLL) untuk pembangunan flyover Manahan benar-benar membuat dia dan para penarik becak makin kesulitan mencari penghasilan. Memang, penghasilan harian tidak pasti, tetapi kini kesulitan mencari jalur terdekat dan teraman menjadi tantangan lain.

Advertisement

Ia menceritakan harus mengambil jalan memutar hingga masuk jalan kampung di wilayah Sondakan untuk mengantarkan penumpang yang ingin turun di Univesitas Islam Batik (UNIBA) di Jl. Agus Salim. Padahal, biasanya ia mengikuti Jl. Slamet Riyadi ke barat, lalu masuk Jl. Transito kemudian sampai di UNIBA dalam waktu relatif cepat.

“Padahal ini kan rekayasa lalu lintasnya sekitar delapan bulan. Untung jalan layang Purwosari tidak dibarengkan. Kalau dibarengkan, tambah geger,” ujar dia.

Penarik becak lain, Panut, 60, juga hanya duduk di becak yang terparkir di jalur lambat depan Stasiun Purwosari sejak pagi. Hingga siang, belum ada satupun penumpang yang ia angkut.

Advertisement

Ia menilai rekayasa lalu lintas membuat kondisi lalu lintas makin ruwet. Hanya untuk mengantarkan penumpang sampai Manahan saja, jalurnya panjang dan macet.

“Kemarin [Senin] saya mau ke Kerten saja butuh waktu sampai setengah jam. Biasanya hanya sekitar 10 menit,” terang lelaki asal Gemolong, Sragen itu.

Ruwetnya lalu lintas turut berpengaruh ke pendapatannya. Pada Senin ia hanya mengantar tiga orang selama seharian. Biasanya, ia mengantar 4-5 penumpang. Kondisi yang sama dialami oleh 30-an penarik becak yang menggantungkan hidup di Purwosari.

Advertisement

Namun, ia dan rekan-rekannya tak bisa berbuat apapun. Kebijakan pembangunan adalah kebijakan pemerintah. Ia berprinsip, pekerjaan akan dilakukan seadanya.

“Yang bisa dilewati ya dilewati. Yang enggak bisa ya enggak usah dilewati,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif