Soloraya
Senin, 12 Maret 2018 - 02:35 WIB

170 Pasangan Karanganyar Minta Dispensasi Nikah, 80% karena Terkena Kasus

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi

Sebanyak 170 pasangan meminta dispensasi nikah ke Pengadilan Agaman Karanganyar sepanjang 2017.

Solopos.com, KARANGANYAR — Pengadilan Agama Karanganyar pada 2017 menerima 170 permohonan dispensasi nikah dari pasangan yang masih di bawah umur. Dari jumlah itu, 80 persennya menikah karena terjerat kasus.

Advertisement

“Sebanyak 80% lah karena kasus. Selain itu karena dua orang sudah saling mencintai dan mereka ingin segera menikah. Orang tua kedua pihak khawatir apabila tidak segera dinikahkan malah terjadi hal yang tidak diinginkan,” jelas Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Karanganyar, Muhammad Wahid Jatmiko, Jumat (9/3/2018).

Wahid tak memerinci kasus apa yang memaksa pasangan belum cukup umur itu untuk sesegera mungkin menikah. Tetapi, dia menyebut terjadi peningkatan permohonan dispensasi nikah pada 2017 apabila dibandingkan 2016. Rata-rata dispensasi nikah diajukan karena kehamilan sebelum menikah.

Di sisi lain, pada 2018 hingga awal Maret sudah ada 25 permohonan serupa. Mereka yang wajib meminta dispensasi nikah adalah pasangan yang belum memenuhi syarat menikah sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Advertisement

Baca:

Syarat tersebut yakni lelaki minimal berusia 19 tahun sedangkan perempuan minimal 16 tahun. Rata-rata usia pemohon kurang beberapa bulan maupun beberapa hari dari usia minimal diperbolehkan menikah sesuai UU.

“Sesuai syarat pernikahan. Ada wali dan setuju. Majelis hakim biasanya akan meminta orang tua masing-masing mengawasi. Jangan sampai kembali ke pengadilan untuk bercerai. Ini soal kematangan jiwa.”

Advertisement

Sementara itu, kasus perceraian di Karanganyar berkurang 62 kasus dari 1.678 kasus pada 2016 menjadi 1.616 kasus pada 2017. Wahid menuturkan faktor penyebab perceraian paling banyak di Karanganyar adalah masalah ekonomi. Faktor lain adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pihak ketiga dalam hal ini perselingkuhan, dan faktor orang tua, dan lain-lain.

Wahid menyampaikan mobilitas warga Karanganyar ke luar kota, pulau, maupun luar negeri mempengaruhi angka perceraian. “Ekonomi meningkat atau menurun menjadi penyebab perceraian. Misal, kerja di luar negeri, sukses lalu pulang. Yang sukses melupakan yang di rumah atau sebaliknya. Yang di rumah mendapat kiriman uang malah untuk foya-foya, dan lain-lain,” kata Wahid.

Wahid menyebut pemohon perceraian didominasi aparatur sipil negara (ASN) dan TNI/Polri. Tetapi, dia enggan menyebutkan jumlah per bulannya. “Kalau PNS itu rata-rata 4-5 orang per bulan. Enggak bisa dipastikan jumlahnya. PNS itu didominasi guru. Ada yang alasannya karena pendidikan dan pelatihan [diklat] terlalu lama lalu timbul cinta lokasi [cinlok]. Tapi, itu kembali ke psikologis masing-masing,” tutur dia.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif