Kolom
Sabtu, 3 Maret 2018 - 05:00 WIB

GAGASAN : Liberalisasi Kampus Asing

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bramastia (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (19/2/2018). Esai ini karya Bramastia, doktor Ilmu Pendidikan dari Universitas Sebelas Maret Solo. Alamat e-mail penulis adalah bramastia@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Menurut UU No. 12/2012 tentang Perguruan Tinggi, khususnya Pasal 90, ada peluang lebar bagi kampus asing membuka cabang atau mendirikan kampus di Indonesia.

Advertisement

Dalam regulasi tersebut ada catatan penting tentang mekanisme pembukaan atau pendirian kampus asing di Indonesia.

Kampus asing harus memperoleh izin terlebih dulu dari pemerintah, berprinsip nirlaba, mau bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia, dan mengutamakan dosen serta tenaga kependidikan Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi mendorong kampus asing membuka kampus di Indonesia dengan masuk klasifikasi sebagai kampus swasta.

Ini akan berakibat biaya pendidikan kampus asing lebih mahal dibandingkan perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia.

Bukankah ini logika terbalik Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang gagal paham dalam memaknai dunia pendidikan?

Saya mengajak kalangan perguruan tinggi lebih cermat karena berdasar survei yang dilakukan pada 1993 ternyata tidak salah kesimpulan dunia pendidikan telah menjadi industri jasa yang paling menonjol orientasi ekspornya.

Amerika Serikat pada 2000 telah mendapat sumbangan pendapatan negara dari ekspor jasa pendidikan senilai US$14 miliar atau setara dengan nilai Rp126 triliun.

Advertisement

Saya khawatir di balik liberalisasi pendidikan tinggi melalui kampus asing ini sesungguhnya ada kepentingan yang terselubung di balik negara yang menganut konsep universalisasi pendidikan tinggi.

Selanjutnya adalah: Membuka pintu bagi kampus asing membuat khawatir banyak pihak

Khawatir

Kebijakan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang membuka pintu bagi masuknya kampus asing ke Indonesia tentu saja membuat khawatir banyak pihak.

Kehadiran kampus asing selain menambah nilai kompetitif sesama penyedia jasa pendidikan tinggi, tidak menutup kemungkinan kampus asing itu akan membawa konsekuensi turunan.

Keberadaan kampus asing menjadi pintu masuk bagi dosen asing yang berujung pada pendidikan tinggi cita rasa asing. Akibatnya aroma asing menjadi warna baru bagi perguruan tinggi di negeri ini.

Advertisement

Artinya, kehadiran kampus asing beserta turunan kebijakan pengelola asing yang memegang dunia pendidikan tinggi tentu sangat berbahaya. Kebijakan pemerintah meliberalkan sektor pendidikan tinggi ini tergesa-gesa, apalagi mengundang kehadiran kampus asing.

Apabila pemerintah lengah dalam menjaga kedaulatan Indonesia dengan membuka pintu liberalisasi pendidikan tinggi kepada semua negara, akan menjadi kiamat bagi roh pendidikan di Indonesia.

Saya berani memastikan kalau pemerintah membuka pintu liberalisasi pendidikan tinggi, pasti akan langsung diserbu banyak negara yang menawarkan kerja sama.

Bonus demografi Indonesia saat ini sesungguhnya menjadi lahan yang prospektif bagi banyak negara lain. Tragisnya, pemerintah dan kaum intelektual negeri ini tidak jeli dan tidak sadar diri bahwa globalisasi melahirkan pusaran yang dapat menguntungkan kelompok tertentu dalam mengapitalisasi pendidikan tinggi.

Kampus asing sesungguhnya hanya contoh kecil dari skenario turunan asing yang ingin leluasa bergerak bebas di Indonesia. Justru yang paling menakutkan adalah diversifikasi sumber pendanaan perguruan tinggi yang menjadi angin segar bagi korporasi untuk mengawali keterlibatan memenuhi permintaan pasar terhadap pendidikan tinggi yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Selanjutnya adalah: Keterlibatan korporasi asing yang dominan

Advertisement

Korporasi Asing

Munculnya keterlibatan korporasi asing yang dominan dalam perguruan tinggi akan mengaburkan nilai sosial dari pendidikan.

Kalau anasir-anasir asing ini menguasai sektor pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, lambat laun nilai-nilai pendidikan tinggi menjadi seperti lahan bisnis bagi kapitalis dan sumber penghidupan bagi kepentingan pribadi.

Lebih mengerikan lagi justru lahir pribumi yang menjadi antek asing dengan memainkan kebijakan pendidikan tinggi ramah asing. Cepat atau lambat, kekuatan (modal) kampus asing akan melibas kampus negeri maupun swasta di Indonesia.

Saya ingin menyadarkan pemerintah bahwa menghadirkan kampus asing akan berlawanan dengan tujuan utama Nawacita.

Impian revolusi mental yang selama ini didengungkan pemerintah untuk megubah kegilaan apa pun yang datang berasal dari luar negeri (khususnya Barat atau Westronomia) sesungguhnya telah ditabrak langsung oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dengan membuka pintu bagi kampus asing.

Nawacita bagi pendidikan tinggi semestinya melindungi (memproteksi) dan menguatkana seluruh perguruan tinggi di Indonesia dari ekspansi kampus asing.

Advertisement

Pertama, membangun standar mutu yang lebih tinggi bagi kampus asing. Tentu saja saya sadar bahwa eksistensi bangsa Indonesia menyambut era globalisasi memang tidak ada yang mustahil.

Globalisasi sangat memungkinkan kampus asing masuk ke Indonesia atau sebaliknya kampus dalam negeri ekspansi ke luar negeri. Perlu ada standar yang lebih tinggi bagi kampus asing yang masuk ke Indonesia.

Artinya, pemerintah memang perlu menyaring dengan standar tinggi kampus asing yang mau membuka cabang di Indonesia. Kedua, keberadaan kampus asing tidak boleh mengebiri sumber daya manusia atau dosen di Indonesia.

Kalau diberikan kesempatan, dosen di Indonesia dari segi kompetensi tidak kalah dengan orang asing. Salah dan sangat tidak etis bila pemerintah mendewakan kampus asing untuk memajukan bangsa Indonesia.

Kalau mau jujur, kampus di negara kita sudah mampu melahirkan doktor hingga profesor yang lebih mumpuni, baik dari lulusan lembaga pendidikan tinggi lokal atau universitas ternama di Indonesia.

Ketiga, pemerintah perlu mengkaji perbedaan kultur pendidikan tinggi kita dengan kampus asing. Perlu dipahami bahwa kultur tiap perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, di Indonesia itu berbeda.

Selanjutnya adalah: Perbedaan kultur antarperguruan tinggi di Indonesia sangat plural

Advertisement

Perbedaan Kultur

Jangankan perbedaan antarbangsa, perbedaan kultur antarperguruan tinggi di Indonesia saja sangat plural. Masing-masing perguruan tinggi di Indonesia memiliki latar belakang sesuai budaya daerah tempat perguruan tinggi itu berada.

Kampus asing harus menyesuaikan diri dan membaur dengan perguruan tinggi di Indonesia. Keempat, akan terjadi gelombang ekspansi kampus asing. Kesalahan sekali dalam merealisasi kebijakan pemerintah dapat berimbas fatal bagi masa depan pendidikan tinggi di Indonesia.

Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam menentukan masa depan bangsa sehingga kampus asing akan turut mewarnai sistem dan ideologi bangsa. Kampus asing yang cenderung dikuasai kelompok liberal dan pemodal sangat berbahaya apabila tidak dibatasi kuantitasnya.

Kalau tidak waspada, kampus asing bisa menjadi pintu liberalisasi yang mengakibatkan “tsunami” pendidikan tinggi di seluruh penjuru negeri. Kelima, kampus asing membawa ideologi asing. Secara sosiologis serta ideologis, kampus memiliki peran strategis dalam menentukan masa depan bangsa kita.

Membuka pintu bagi kampus asing ibarat gerakan mengenyahkan nasionalisme pendidikan sembari meliberalkan pendidikan asing. Kampus adalah kawah candradimuka meneguhkan ideologi mahasiswa saat perkuliahan di perguruan tinggi.

Advertisement

Kalau kampusnya adalah kampus asing maka “darah” asing dengan sendirinya akan mengalir di diri mahasiswa yang pada akhirnya melahirkan lulusan perguruan tinggi berideologi asing.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif