Soloraya
Senin, 19 Februari 2018 - 15:35 WIB

BENCANA WONOGIRI : Kerawanan Longsor Masih Tinggi, Ratusan Warga 2 Kecamatan Tetap Mengungsi

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petugas mengecek early warning system (EWS) di Galih, Sumber, Purwantoro, Wonogiri. (Istimewa/BPBD Wonogiri)

Ratusan warga di dua kecamatan Wonogiri masih mengungsi karena wilayah mereka rawan longsor.

Solopos.com, WONOGIRI — Pergerakan tanah di lokasi sangat rawan longsor Purwantoro dan Kismantoro, Wonogiri, belum berhenti sehingga masih sangat memungkinkan longsor sewaktu-waktu. Kondisi itu membuat warga belum berani kembali menghuni rumah mereka.

Advertisement

Lebih kurang 371 warga di dua kecamatan itu masih mengungsi. Lokasi sangat rawan longsor terdapat di Dusun Galih dan Duren, Desa Sumber, Purwantoro, dan Dusun Joho, Desa Gedawung, Kismantoro. Tanah bergerak di Dusun Galih mengakibatkan 14 rumah warga rusak dan mengancam 16 rumah lainnya.

Tanah bergerak di Duren merusak rumah dan lahan milik lima keluarga dan mengancam properti milik tujuh keluarga lainnya. Di Joho, tanah bergerak mengakibatkan tujuh unit rumah warga rusak dan dua di antaranya harus dirobohkan karena sudah miring.

Advertisement

Tanah bergerak di Duren merusak rumah dan lahan milik lima keluarga dan mengancam properti milik tujuh keluarga lainnya. Di Joho, tanah bergerak mengakibatkan tujuh unit rumah warga rusak dan dua di antaranya harus dirobohkan karena sudah miring.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri, Bambang Haryanto, kepada Solopos.com, Senin (19/2/2018), menyampaikan hasil pantauan terakhir di sejumlah lokasi rekahan tanah, Senin, permukaan tanah berhenti bergerak. Namun, saat diamati celah tanah masih terdapat genangan air dan lumpur.

Baca:

Advertisement

“Jadi, masih sangat dimungkinkan tanah itu bisa longsor sewaktu-waktu,” kata Bambang.

Mengetahui kondisi tersebut warga belum berani kembali menghuni ke rumah masing-masing secara permanen. Sebanyak 371 orang masih mengungsi di posko pengungsian dan rumah saudara. Mereka mengungsi saat malam hari, sedangkan saat siang para laki-laki bekerja atau beraktivitas seperti biasa.

Di Galih tercatat ada 33 keluarga atau 97 jiwa terdampak dan terancam tanah bergerak. Sebanyak 27 keluarga atau 75 jiwa mengungsi di posko pengungsian pada malam hari. Di antara mereka terdapat satu orang difabel, satu ibu hamil, dan 11 anak-anak. Satu pengungsi menderita sakit demam.

Advertisement

Di Joho terdapat 51 keluarga atau 185 jiwa mengungsi di posko pengungsian dan 111 jiwa mengungsi di rumah saudara. Warga yang mengungsi di posko tercatat ada 15 anak usia bawah lima tahun (balita), 26 anak-anak, dua ibu hamil, dan sembilan orang lanjut usia (lansia).

Warga yang mengungsi di rumah saudara terdapat sembilan anak balita, 15 orang lansia, satu ibu hamil, dan 22 anak-anak. “Kebutuhan logistik untuk para pengungsi masih tercukupi. Banyak kelompok masyarakat yang memberi bantuan,” imbuh Bambang.

Menurut dia, warga akan mengungsi selama tingkat kerawanan longsor masih sangat tinggi. Tim setiap hari memantau pergerakan dan kondisi celah tanah. Selama celah masih terdapat air atau lumpur, tanah masih memungkinkan longsor.

Advertisement

Terpisah, Camat Kismantoro, Joko Purwidyatmo, mengatakan informasi dari penduduk pergerakan tanah di Joho terjadi empat kali. Kali pertama terjadi pada 1960-an, kedua 1968, ketiga 1980-an, terakhir awal Februari lalu. Jika ditarik garis lurus tanah yang retak sepanjang 500 meter.

“Banyak pihak memberi bantuan logistik untuk para pengungsi. Ada dari karang taruna, instansi, ormas, dan sebagainya,” kata Joko.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif