Soloraya
Jumat, 16 Februari 2018 - 08:00 WIB

TAHUKAH ANDA : Sejarah HUT Kota Solo

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Dok/JIBI/Solopos)

Kota Solo memperingati HUT setiap tanggal 17 Februari.

Solopos.com, SOLO – Bulan Februari selalu menjadi bulan spesial bagi warga Kota Solo. Di bulan ini diperingati hari ulang tahun (HUT) Kota Solo. Untuk tahun 2018, Kota Solo merayakan HUT ke-273. Tahukah Anda alasan tanggal 17 Februari dijadikan HUT Kota Solo?

Advertisement

Dihimpun Solopos.com dari berbagai sumber, Kamis (15/2/2018), Kota Solo sebenarnya adalah sebuah desa kecil bernama Desa Sala yang berlokasi dekat dengan sebuah sungai besar yang kini disebut Bengawan Solo.

Semuanya berawal dari pemberontakan yang terjadi di Kesultanan Mataram. Pemberontakan menghancurkan Keraton Kartasura, sehingga membuat Raja Kesultanan Mataram saat itu, Sunan Paku Buwono (PB) II mempertimbangkan untuk memindahkan keraton.

Advertisement

Semuanya berawal dari pemberontakan yang terjadi di Kesultanan Mataram. Pemberontakan menghancurkan Keraton Kartasura, sehingga membuat Raja Kesultanan Mataram saat itu, Sunan Paku Buwono (PB) II mempertimbangkan untuk memindahkan keraton.

Tim yang diminta Sunan Pakubuwana II untuk mencari tempat keraton baru menyarankan tiga pilihan, yaitu Desa Kadipala, Desa Sala, dan Desa Sana Sewu. Sunan Paku Buwono II akhirnya memilih Desa Sala sebagai tempat pembangunan keraton.

Berdasarkan Wikipedia, Sunan PB II membeli tanah di Desa Sala seharga 10.000 Gulden Belanda dari lurah Desa Sala, Kiai Sala. Tidak diketahui berapa lama proses pembangunan keraton baru, namun dikatakan istana Mataram yang baru itu mulai dipakai keluarga kerajaan pada 17 Februari 1745. Sunan PB II mengadakan kirab besar-besaran saat pindah ke istana baru dan  menamai istananya sebagai Keraton Surakarta Hadiningrat.

Advertisement

Perjanjian Giyanti menandai bubarnya Kesultanan Mataram yang kemudian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dikuasai Sunan PB III bernama Kasunanan Surakarta. Bagian kedua dikuasai Pangeran Mangkubumi yang kemudian diberi gelar Sultan Hamengku Buwono (HB) I berkedudukan di Kesultanan Yogyakarta.

Setelah itu ada perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 17 Maret 1757. Perjanjian tersebut memberikan sebagian daerah Kasunanan Surakarta kepada Raden Mas Said yang nantinya mengurangi kekuasaan Kasunanan Surakarta. Raden Mas Said kemudian bergelar Adipati Mangkunegara I dan memiliki istana bernama Praja Mangkunegaran.

Setelah kemerdekaan, Kasunanan Surakarta sempat menjadi Daerah Istimewa Surakarta dan dianggap setingkat provinsi. Namun status tersebut hanya bertahan selama 10 bulan. Selanjutnya muncullah Karesidenan Surakarta yang terdiri dari Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali. Karesidenan Surakarta diresmikan pada 16 Juni 1946 dan dihapuskan pada 4 Juli 1950.

Advertisement

Kini, daerah-daerah tersebut termasuk Kota Solo menjadi kota atau kabupaten otonom dengan kepala daerah masing-masing. Sejarah pindahnya Sunan PB II dari Keraton Kartasura ke Keraton Kasunanan Surakarta kini diperingati sebagai HUT Kota Solo, yaitu setiap 17 Februari. Tak hanya itu, kirab besar-besaran saat pindah keraton juga menginspirasi Pemkot Solo saat mengisi acara HUT.

 

 

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif