Soloraya
Selasa, 13 Februari 2018 - 19:15 WIB

Pedagang Pasar Darurat Purwantoro Minta Sampah Rutin Diangkut

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Joko Sutopo (dua dari kiri), bersama Pimpinan DPRD Wonogiri memimpin boyongan pedagang Pasar Purwantoro menuju pasar darurat di Lapangan Jetak, Bangsri, kecamatan setempat, Kamis (18/1/2018). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Pedagang pasar darurat Pasar Purwantoro mengeluhkan pengangkutan sampah dua pekan sekali.

Solopos.com, WONOGIRI — Pedagang Pasar Darurat Purwantoro, Wonogiri, berharap petugas dinas terkait rutin mengangkut sampah di tempat penampungan sementara (TPS) di pasar setempat, setidaknya sepekan sekali.

Advertisement

Sampah yang menumpuk terlalu lama karena kadang diangkut dua pekan sekali menimbulkan bau tak sedap, sehingga pedagang dan pembeli kurang nyaman.

Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Purwantoro, Panut, Senin (12/2/2018), menyampaikan TPS sampah di pasar darurat terdapat di dua tempat, yakni sisi barat dan timur. Jarak TPS dengan kios/los lebih kurang 10 meter.

Dia mengaku mendapat laporan dari pedagang, sampah yang menumpuk di TPS menimbulkan bau tak sedap. Pedagang yang menghuni kios/los di dekat TPS merasa kurang nyaman. Pedagang di dekat TPS seperti mi ayam, kelontong, salon kecantikan, dan lainnya.

Advertisement

Sampah di TPS menumpuk banyak karena kadang petugas mengangkutnya dua pekan sekali. Oleh karena itu pedagang berharap petugas dinas terkait mengangkut sampah di TPS dekat pasar secara rutin.

“Setidaknya [diangkut] sepekan sekali. Kalau sampah yang menumpuk sedikit mungkin baunya berkurang. Ini harapan pedagang,” kata pedagang plastik itu.

Disinggung mengenai kegiatan niaga di pasar darurat, Panut menilai aktivitas ekonomi belum normal seperti saat berdagang di pasar lama. Akibatnya, omzet pedagang berkurang. Dia mencontohkan transaksi ekonomi di toko kelontong yang dikelola istrinya.

Advertisement

Saat berjualan di pasar lama istri Panut dapat memperoleh omzet Rp1 juta-Rp2 juta/hari. Sejak berjualan di pasar darurat istrinya memperoleh omzet rata-rata Rp500.000/hari.

Menurut Panut kondisi tersebut wajar karena masih tahap penyesuaian. Banyak konsumen yang belum tahu tempat los/kios yang ingin dicari. Pada sisi lain masih banyak pedagang oprokan yang beroperasi di tepi jalan dekat pasar lama. Padahal, petugas sudah berulang kali menertibkan mereka.

“Sejak awal menempati pasar darurat kami langsung ditariki retribusi. Namun, pedagang enggak mempermasalahkan. Toh, nilai retribusinya kecil. Retribusi paling Rp1.500/hari termasuk untuk sampah Rp500/hari,” imbuh Panut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif