News
Rabu, 7 Februari 2018 - 20:30 WIB

Komisi II DPR Endus Cukong Otaki Pemekaran Daerah

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Peta Indonesia (wikipedia)

Anggota Komisi II DPR mengendus keterlibatan pemodal besar di balik usulan pemekaran daerah.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi II DPR mencium keterlibatan para pemodal di balik usulan pembentukan daerah otonom baru. Hingga saat ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menerapkan moratorium pemekaran daerah.

Advertisement

Anggota Komisi II DPR Komarudin Watubun menilai wajar apabila pemerintah khawatir dengan usulan pemekaran daerah. Pasalnya, ada indikasi bahwa pengusulan calon daerah otonom baru (DOB) diotaki segelintir pihak bermotif ekonomi.

“Banyak pemekaran sekarang dibiayai pemodal. Tanah dibeli habis, pejabat juga sudah disiapkan. Begitu dimekarkan nanti diambil alih,” katanya saat audiensi Komisi II DPR dengan DPRD Maluku di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Komarudin tidak menjelaskan detail DOB mana yang terindikasi menjadi objek mainan para pemodal. Namun, dia mewanti-wanti para pengusul pemekaran tidak disusupi apalagi dikendalikan oleh para cukong.

Advertisement

“Tujuan pemekaran itu adalah untuk mencapai kesejahteraan. Jadi harus bebas dari kepentingan kelompok, pengusaha,” ujar Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, sepanjang 1999-2014 terdapat 223 DOB di seluruh Indonesia. Perinciannya, ada delapan provinsi, 181 kabupaten, dan 34 kota. Sayangnya, mayoritas daerah hasil pemekaran belum dianggap berhasil sehingga pemerintah pusat pun memoratorium pembentukan DOB sampai saat ini.

Komarudin memahami bila keterbatasan anggaran menjadi salah satu pertimbangan menunda pemekaran. Apalagi, dia melihat pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla lebih mengalokasikan anggaran ke sektor pembangunan infrastruktur.

Advertisement

Meski demikian, pria asal Maluku ini meminta pemerintah tidak menyeragamkan moratorium di seluruh regional. Di Indonesia Timur, misalnya, parameter jumlah penduduk tidak dapat dijadikan syarat untuk membentuk DOB sebagaimana berlaku bagi Indonesia Barat.

“Kalau tidak dimekarkan, tak ada jalan keluar dari hidup susah yang mereka alami. Jadi harus melihat konteks Indonesia Raya sehingga punya rasa bahwa tak semua wilayah menikmati pembangunan.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif