News
Jumat, 12 Januari 2018 - 18:00 WIB

Militer Myanmar Akui Terlibat Pembunuhan Warga Rohingya

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kehidupan pengungsi Rohingya di Bangladesh (Mohammad Ponir Hossain/Reuters).

Militer Myanmar mengaku terlibat dalam pembunuhan warga Rohingya.

Solopos.com, SOLO – Militer Myanmar akhirnya mengakui sejumlah anggota mereka bertanggung jawab atas nasib buruk yang dialami warga muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Advertisement

Menurut hasil penyelidikan, ada empat pasukan keamanan yang terlibat dalam pembunuhan 10 warga Rohingya di Desa Inn Dinn dekat Maungdaw, Myanmar.

Dilansir BBC, Kamis (11/1/2018), keempat orang itu telah membantu warga desa melakukan serangan balas dendam terhadap kelompok yang disebut dengan nama Teroris Bengali. Hasil penyelidikan ini diunggah ke laman Facebook Panglima Militer Myanmar yang mengatakan pembunuhan itu terjadi 2 September 2017.

“Orang-orang di Desa Inn Dinn dan aparat keamanan mengakui telah membunuh 10 teroris dari Bengali. Pembunuhan ini dilakukan sekitar tanggal 2 September 2017 lalu, demikian keterangan yang tertulis di laman Facebook tersebut.

Advertisement

Sebagai informasi, Bengali merupakan sebutan bagi penduduk Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara Myanmar. Istilah ini biasanya dipakai oleh pemerintah maupun aparat militer. Jenazah 10 warga Rohingya itu ditemukan dalam satu kuburan massal di desa tersebut.

“Pihak militer akan bertanggung jawab atas pembunuhan ini. Insiden ini terjadi karena warga desa yang mayoritas beragama Buddha merasa terancam oleh keberadaan kaum Bengali,” sambung pernyataan itu.

Pengakuan ini merupakan hal langka, mengingat aparat militer Myanmar pernah menyangkal tuduhan tersebut. Pada November 2017 lalu, militer Myanmar merilis hasil investigasi internal yang menyatakan tidak terlibat atas krisis di Rakhine. Mereka mengaku telah menemui penduduk desa dan mempertanyakan langsung soal kejadian tersebut.

Advertisement

Hasilnya, warga desa itu mengatakan aparat militer Myanmar tidak melakukan kekerasan apapun. Namun, laporan itu bertentangan dengan bukti yang disampaikan sejumlah lembaga sosial dan koresponden media massa. Selain itu, pihak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut hal yang terjadi di Rakhine merupakan upaya pembersihan etnis.

Sementara pihak Amnesty Internasional berasumsi laporan militer Myanmar itu sengaja direkayasa. Mereka sengaja menutupi kejahatan tersebut demi menjaga nama baik negara di mata dunia.

Bahkan, mereka membatasi akses masuk para jurnalis ke Rakhine. Mereka bahkan melarang jurnalis lokal memberitakan hal-hal yang berkaitan dengan insiden di Rakhine.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif