Soloraya
Rabu, 10 Januari 2018 - 13:35 WIB

Pertemuan dengan PT RUM dan Forkopinda Sukoharjo Tak Berbuah Solusi, Warga Nguter Kecewa

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pertemuan warga dengan Pemkab Sukoharjo dan manajemen PT RUM di gedung pertemuab Desa Gupit, Nguter, Selasa (9/1/2018). (Trianto Hery Suryono/JIBI/Solopos)

Warga Nguter, Sukoharjo, kecewa dengan pertemuan dengan PT RUM dan Forkopinda terkait bau limbah yang mengganggu.

Solopos.com, SUKOHARJO — Warga Nguter, Sukoharjo, kecewa dengan pertemuan bersama antara warga, manajemen PT Rayon Utama Makmur (RUM), Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya, dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopinda) Sukoharjo.

Advertisement

Pertemuan yang digelar di gedung  pertemuan Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, Selasa (9/1/2018), itu tak membuahkan solusi atas masalah bau tak sedap limbah PT RUM yang mengganggu warga. Bupati Wardoyo di awal rembuk warga menegaskan akan menutup pabrik PT RUM apabila ditemukan limbahnya beracun.

Tetapi jika tidak beracun, Pemkab akan mencari solusi soal bau tersebut. Selain Bupati, pertemuan itu juga dihadiri Ketua DPRD Sukoharjo Nurjayanto, Kajari Sukoharjo Bambang Marwoto, Dandim 0726/Sukoharjo Letkol (Inf) Candra Ariyadi Prakosa, Kapolres Sukoharjo AKBP Iwan Saktiadi, dan Wabup Sukoharjo Purwadi.

Advertisement

Tetapi jika tidak beracun, Pemkab akan mencari solusi soal bau tersebut. Selain Bupati, pertemuan itu juga dihadiri Ketua DPRD Sukoharjo Nurjayanto, Kajari Sukoharjo Bambang Marwoto, Dandim 0726/Sukoharjo Letkol (Inf) Candra Ariyadi Prakosa, Kapolres Sukoharjo AKBP Iwan Saktiadi, dan Wabup Sukoharjo Purwadi.

Baca:

Atasi Bau, Gas Buang Pabrik PT RUM Sukoharjo bakal Dimonitor CEM

Advertisement

Sementara dari PT RUM diwakili dirut Pramono. Dari tim independen ada akademisi UNS Solo Prabang Setiyono serta kepala dinas terkait serta seribuan warga terdampak.

“Pemkab tidak meneng [diam] dan tidak budeg [tuli] atas informasi bau limbah di Nguter. Tidak betul jika ada informasi tersebut. Pemkab telah mengambil langkah dengan membentuk tim investigasi dan melakukan uji laboratorium udara dan air oleh Dinas Lingkungan Hidup Sukloharjo, DLH Provinsi Jateng maupun PT Eco Star Laboratorium independent. Jika limbah PT RUM beracun Pemkab Sukoharjo akan menutupnya tetapi jika tidak beracun ya didukung. Ini negara hukum. Pemerintah berada di tengah-tengah,” kata Bupati.

Bupati menegaskan tidak akan membiarkan investor yang membunuh masyarakatnya. “Pak Bupati di tengah-tengah. Tidak bela si A atau si B. semua ada solusi dan jangan sampai terkena provokasi.”

Advertisement

Pantauan Solopos.com, pertemuan yang digagas Pemkab Sukoharjo ini mendapat dukungan warga terdampak. Kursi yang disediakan tidak cukup untuk menampung masyarakat yang hadir. Pertemuan dijaga polisi dan Satpol PP Sukoharjo.

Bejo Prabowo, 58, warga Desa Pengkol, mengatakan tidak puas dengan pertemuan itu. “Hasilnya belum memuaskan karena PT RUM tidak mau menutup operasional sementara pabrik mereka. Warga tidak menolak pendirian pabrik. Silakan PT RUM membuka lagi apabila bau limbah sudah tidak mengganggu,” kata Bejo.

Menurutnya, keberadaan PT RUM juga membantu masyarakat sekitar dengan penyediaan lapangan kerja. Namun, masalah bau limbah hendaknya tetap diselesaikan.

Advertisement

“Pejabat jangan jadi pengecut. Pemerintahan desa, kecamatan, dan kabupaten tolong dikawal soal bau limbah ini. Saat ingin menjadi [pejabat] minta tolong masyarakat tetapi setelah ada keluhan masyarakat tidak ada yang bertindak. Kami bukan provokator. Semestinya Bupati minta kebijakan ke gubernur atau menteri apabila sudah mentok,” seru dia.

Kekecewaan serupa juga dikatakan Tomo. Dia meminta pabrik PT RUM tidak beroperasi karena limbah mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.

“Kami sudah sabar menunggu sejak Oktober 2017 hingga sekarang. Terus kapan lagi harus menunggu? Kami khawatir air sumur terkontaminasi jika limbah tidak segera diatasi.”

Menurutnya, cairan yang diduga limbah dari pabrik tersebut terindikasi tercemar. Air Sungai Pengkol yang menjadi saluran pembuangan limbah PT RUM berwarna hijau, berbusa, dan lebih banyak dari volume air sungai.

Sedangkan Mulyono, warga terdampak lainnya, mengatakan pertemuan tidak memberikan solusi yang diinginkan warga. “Belum ada solusi nyata untuk menjawab keresahan warga. Warga ingin bau hilang tetapi belum ada solusinya harus bagaimana.”

Sementara itu, Bambang Wahyudi dari Masyarakat Peduli Lingkungan, mengatakan pembuangan air limbah tanpa diolah ke sungai merupakan pelanggaran hukum dan perlu penegakan hukum atas rencana pendirian pabrik SC2 (carbon disulphide) seluas 11.700 meter kubik tanpa izin.

“Kami mendesak penutupan pabrik untuk sementara karena adanya bahan kimia beracun dan berbahaya diduga tanpa izin di pabrik PT RUM.”

Dirut PT RUM, Pramono, menegaskan tidak ada pabrik CS2 di pabrik PT RUM. “Bahan CS2 itu beli dari luar dan tidak ada rencana mendirikan carbon disulphine. CS2 itu untuk recovery-nya karena nilainya mahal US$700 atau senilai Rp9,45 juta jika nilainya Rp13.500/US$. Untuk itu dari hasil uji laboratorium CS2 tidak terekam karena tidak ada,” katanya.

Mengenai air, Pramono menegaskan telah mendapatkan izin dari Menteri PU, Joko Kirmanto, saat itu. “Saat itu hasil pengecekan debit airnya 36.000 per satu meter kubik dilihat dari neraca penggunaan air sehingga di bawah Dam Colo dibangun water intake. Sementara soal bau saya setiap hari ingin menghilangkan terus. Upaya penghilangan bau terus dilakukan pihak pabrik. Jika dihentikan akan sulit mencari sumber bau.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif