News
Selasa, 9 Januari 2018 - 06:36 WIB

Selama 4 Bulan, Mahasiswa asal Belanda Blusukan di Solo Pelajari Masalah Banjir

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dua mahasiswa asal Belanda, Nigel Dierks dan Rowdy Wesley Baan, di Kantor Pusat UNS, Senin (8/1/2018). (Bayu Jatmiko Adi/JIBI/Solopos)

Dua mahasiswa asal Belanda melakukan riset tentang banjir di Kota Solo.

Solopos.com, SOLO — Dua mahasiswa asal Belanda, Nigel Dierks dan Rowdy Wesley Baan, selama empat bulan terakhir sejak September 2017 melakukan riset di Kampung Sewu dan Mipitan, Jebres, Solo.

Advertisement

Objeknya terkait masalah banjir dan sampah di kawasan tersebut. Mereka adalah peserta Program Magang Mahasiswa Internasional, program tahunan hasil kerja sama University of Rotterdam, Jurusan Water Management dengan Fakultas Teknik, Program Studi Arsitektur Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dan Laboratorium Urban-Rural Design and Conservation (URDC).

Selama empat bulan mulai September 2017 hingga Januari 2018, mereka meneliti permasalahan banjir tahunan dan sampah di Kota Solo, khususnya di dua lokasi tersebut. Penelitian yang dilakukan tersebut merupakan tugas selama menjalani magang.

Advertisement

Selama empat bulan mulai September 2017 hingga Januari 2018, mereka meneliti permasalahan banjir tahunan dan sampah di Kota Solo, khususnya di dua lokasi tersebut. Penelitian yang dilakukan tersebut merupakan tugas selama menjalani magang.

Mereka mengamati fenomena-fenomena di lokasi magang. Sebagai mahasiswa S1 Jurusan Water Management, University of Rotterdam, Belanda, mereka tertarik meneliti persoalan banjir tersebut.

Kepada wartawan, Senin (8/1/2018), Regel mengatakan selama melakukan riset tersebut, mereka menggali data dengan mewawancarai masyarakat dan pemerintah serta melakukan pemetaan lapangan. Selanjutnya mereka melakukan analisis data.

Advertisement

“Untuk itu perlu adanya intervensi baik dari pemerintah maupun komunitas lokal untuk mengatasi persoalan yang ada. Jika tidak segera ditangani akan menjadikan keadaan lebih buruk di masa depan,” kata Rowdy.

Ada beberapa rekomendasi yang mereka sampaikan untuk penanggulangan banjir  di lokasi tersebut. Salah satunya dengan membuat penyimpanan air (water storage) di sekitar daerah banjir. Menurut mereka penyimpan air akan bermanfaat untuk mempertahankan dan mengurangi banjir dengan bantuan tube barrier, pompa, dan gaya gravitasi.

Selain itu perlu adanya tube barrier portable yang dipasang pada tanggul di sekitar kampung untuk menghindari banjir. Kemudian mereka juga mengusulkan adanya penyimpan air eksternal di luar daerah seperti di Sukoharjo dengan kapasitas penyimpanan yang lebih besar.

Advertisement

Sedangkan untuk penanganan masalah sampah, perlu adanya upaya daur ulang dan penerapan konsep circular economy untuk masalah sampah. Tujuannya mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari.

Kemudian hal yang tidak kalah penting adalah mengubah pola pikir dan komitmen bersama untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Nigel menjelaskan perlunya membuat penyimpan air di luar kota, misalnya di daerah Sukoharjo. Hal itu karena saat ini Solo sudah tidak memungkinkan dengan kepadatan penduduknya.

Advertisement

Dia mengatakan area tersebut hanya dipakai ketika Bengawan Solo penuh. Jadi air dari Bengawan Solo dipompa ke lokasi water storage. Saat bengawan Solo penuh, lahan penyimpan air akan menjadi area banjir, namun saat kering, lokasi bisa digunakan untuk sawah.

Water storage juga bisa dibuat di beberapa lokasi di daerah lain. Hasil riset tersebut telah mereka presentasikan di hadapan tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) Kampung Sewu. Mereka juga melakukan presentasi hasil risetnya pada acara Urban Social Forum di Bandung pada 16 Desember 2017 lalu.

Selama menjalani magang, kedua mahasiswa tersebut dibimbing dosen Fakultas Teknik UNS Solo dan dari URDC Laboratory. Mereka juga berkolaborasi dengan beberapa mahasiswa Fakultas Teknik UNS.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif