Jogja
Senin, 18 Desember 2017 - 10:55 WIB

Mahasiswa Hingga Menteri Ikut Nitilaku UGM

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ribuan orang mengikuti nitilaku dari Pagelaran Kraton sampai kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bulaksumur Sleman, Minggu (17/12/2017). (Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Peserta nitilaku ini dilepas langsung oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X

Harianjogja.com, JOGJA-Ribuan orang mengikuti nitilaku dari Pagelaran Kraton sampai kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bulaksumur Sleman, Minggu (17/12/2017). Mulai dari masyarakat biasa, mahasiswa hingga para menteri alumni UGM ikut berjalan kaki sejauh sekitar 5,5 kilometer ini untuk mengenang sejarah panjang lahirnya UGM.

Advertisement

Peserta nitilaku ini dilepas langsung oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dari ribuan peserta terlihat beberapa pejabat tinggi negara, di antaranya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, mantan rektor UGM yang kini menjabat sebagai Kepala Pusat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, hingga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Selain civitas kampus, sejumlah masyarakat juga turut memeriahkan nitilaku ini dengan menunjukkan berbagai atraksi kesenian daerah dari kabupaten dan kota. Mereka semua berjalan kaki dengan menyusuri ruas Jalan Malioboro-Jalan Margo Utomo sampai Tugu Jogja. Dari Tugu dilanjutkan ke Jalan Mangkubumi, Jembatan Sardjito, Jalan Kaliurang, sampai gedung pusat UGM.

Advertisement

Selain civitas kampus, sejumlah masyarakat juga turut memeriahkan nitilaku ini dengan menunjukkan berbagai atraksi kesenian daerah dari kabupaten dan kota. Mereka semua berjalan kaki dengan menyusuri ruas Jalan Malioboro-Jalan Margo Utomo sampai Tugu Jogja. Dari Tugu dilanjutkan ke Jalan Mangkubumi, Jembatan Sardjito, Jalan Kaliurang, sampai gedung pusat UGM.

Semua peserta tidak mengenakan seragam yang sama. Namun, sebagian besar menggunakan pakaian zaman dahulu, seperti Retno Marsudi yang mengenakan pakaian ala pejuang, hanya ditambahi selendang surban. “Nitilaku ini menggambarkan perjalanan UGM mulai dari Kraton sampai kampus Bulaksumur saat itu. Dalam perjalanan ini melibatkan banyak masyarakat dari kampung karena UGM tidak lepas dari Kraton-Kampung-dan kampus,” kata dia.

Nitilaku ini bertepatan dengan diresmikannya UGM pada 19 Desember 1949 lalu. Jauh sebelum UGM memiliki gedung megah dengan berbagai fasilitas yang dimiliki saat ini, UGM pernah menempati Kraton selama lebih kurang 30 tahun. Beberapa tempat atau Kagungan Dalem yang yang digunakan untuk belajar mahasiswa UGM saat itu di antaranya adalah Siti Hinggil, Pagelaran, Ndalem Yudhonegaran (kediaman Gusti Yudhaningrat), Mangkubumen yang kini menjadi kampus Widya Mataram, hingga kandang kuda yang kini gedungnya digunakan sebagai sekretariat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) DIY.

Advertisement

Pria yang akrab disapa Romo Tirun ini merupakan salah satu alumni Fakultas Hukum UGM 1972. Saat dirinya masuk UGM pada 1964, ia masih menempati Siti Hinggil, karena UGM secara resmi pindah ke Bulaksumur sekitar 1974. Ia mengatakan, UGM mulai menempati Kraton atas kemurahan Sultan HB IX pada 1946 yang bernama Balai Perguruan Tinggi. Saat itu posisi Indonesia masih dalam kancah perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari serbuan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Bahkan ibu kota RI saat itu harus berpindah ke Jogja.

Baru tiga tahun kemudian UGM menjadi universitas atau tepatnya pada 1949. Saat itu baru memiliki enam fakultas, yakni Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum dan Sosial Politik, Fakultas Teknik, Fakultas Kedokteran Hewan, dan Fakultas Sastra dan Filsafat.  Kini, UGM sudah memiliki 18 fakultas, satu sekolah vokasi, dan satu lainnya Pascasarjana. Total program studi 251 dan jumlah mahasiswa sekitar 56 ribuan dari dalam dan luar negeri.

Romo Tirun tidak hafal berapa jumlah mahasiswa UGM saat itu. Ia mengatakan Jumlah mahasiswa saat itu sudah banyak dari berbagai daerah. “Kalau malam yang menjadi favorit belajar biasanya Pagelaran karena kondisi penerangan saat itu cukup bagus,” ungkap Romo Tirun yang di Kraton menjabat Penghageng Tepas Dwarapura Kraton.

Advertisement

Sejarah berdirinya UGM tersebut terus diperingati. Sejak enam tahun terakhir peringatan dilakukan melalui nitilaku. “Supaya semua alumni ikut merasakan denyut perjuangan dan perkembangan UGM sampai sekarang,” kata Ketua Keluarga Alumni UGM (KAGAMA) Ganjar Pranowo di sela-sela nitilaku.

Sri Sultan Hamengku Buwono X juga mengatakan, nitilaku dapat mengingatkan pada para alumni untuk tidak melupakan peran almamater yang mendidik mereka selama duduk di bangku kuliah. “Peristiwa ini sangat penting karena kita dibesarkan hingga bisa menjadi orang seperti sekarang ini karena peran UGM,” kata Sultan dalam sambutannya.

Sultan berharap kepada semua alumni agar terus berkiprah untuk kemajuan bangsa dan negara, serta UGM sendiri. Selain melalui nitilaku, peringatan Hari Lahir UGM ke-68 ini juga dimeriahkan dengan berbagai hiburan yang dipusatkan di depan Gedug Graha Saba Pramana (GSP). Terdapat lima panggung yang disediakan, masng-masing panggung diberinama seuai dengan lambang Pancasila. Simbol ini ingin menunjukan bahwa UGM sebagai kampus negeri yang pancasilais.

Advertisement

Dari lima panggung tersebut, satu panggung dengan simbol bintang (yang melambangkan sila pertama) diisi sejumlah menteri. Bahkan selama sekitar setengah jam, sejumlah menteri asyik menghibur penonton dengan beberapa lagu. Menariknya, tidak hanya bernyanyi, tetapi para menteri ini juga membentuk grup band dadakan dengan nama Elek Yo Ben.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Seklretaris Negara Pratikno sebagai vokalis, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebagai giratis, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sebagai pemain drum. Tigkah para menteri nge-band ini menarik perhatian banyak orang yang ingin mengabadikan momen tersebut. Bahkan dari lima panggung yang disediakan dan menyuguhkan berbagai kesenian, justru panggung bintang ini yang paling ramai.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif